Monday, 21 October 2024

As Long as You Stay Loyal to God

Sering kali orang itu paling takut jika tidak diterima, tidak diakui, tidak disukai, tidak didukung, atau ditinggal.
Akan tetapi, berbeda halnya dengan kakek saya.

Meskipun kakek saya veteran dan perwira bintang tiga, beliau tetap setia pada nilai-nilai yang mulia. Beliau sangat menjaga integritas, pantang menyalahgunahi jabatan untuk kepentingan pribadi maupun golongan walaupun berada di posisi yang strategis. Konsekuensinya? Tentu saja ada pihak yang tidak menyukainya. Selain itu, karena jujur, keuangannya juga biasa-biasa saja, terlebih anaknya ada tujuh dan kuliah semua. Salah satu anaknya bahkan bersekolah di akademi pelayaran yang terkenal mahal sejak dulu.

Om saya yang menjadi mantunya bilang, kakek saya adalah satu-satunya orang dengan pangkat seperti itu yang rela kemana-mana naik bus kota, di saat teman-temannya yang lain menggunakan mobil mentereng semua.

Dengan pembawaannya yang seperti itu, tentu saja ada harga yang harus dibayar dalam lingkup pergaulan sesama perwira tinggi.

Ada suatu masa di mana keluarga kakek saya tidak diundang ke acara besar anggota lain di dekat rumah, sementara yang lain diundang semua.
Pengucilan sosial seperti itu tentu saja terasa menyebalkan. Akan tetapi, hal itu tidak membuat kakek saya meninggalkan prinsipnya.

Dunia berputar. Sejak om tante saya sukses berkarir, punya jabatan dan penghasilan yang bagus, barulah perlakuan mereka berubah drastis.

Saya rasa karena kita takut didiskriminasi oleh manusia-manusia seperti merekalah kebanyakan dari kita jadi gila uang, gila jabatan dan suka pamer. Beberapa dari kita bahkan berani berbohong tentang keadaan finansial yang sebenarnya sampai rela berhutang dan menyewa barang brandedSemua itu kita lakukan demi penerimaan, pengakuan, rasa suka dan dukungan dari mereka -- manusia-manusia materialistis.

Karena pernah mengalami hal pahit berupa pengucilan dari manusia materialistis, sepeninggal kakek saya, nenek saya pun jadi sering memberi wejangan kepada kami anak-anak dan cucunya untuk menjadi orang yang terpandang dan beruang supaya tidak disepelekan oleh orang lain. Berelasi pun harus dengan yang punya bibit, bebet dan bobot yang bagus.

Tentu saja saya tidak sepenuhnya setuju dengan nenek saya. Saya tidak mau memandang orang lain hanya dari status sosial atau keadaan finansialnya, sebagaimana orang-orang yang telah mendzoliminya dahulu. Kalau pun saya kaya dan terpandang, ya itu bukan karena saya ingin mendapatkan validasi eksternal, melainkan hanya efek samping saja dari menaati perintah Tuhan.

Akan tetapi, sama seperti nenek saya, saya pun akan setia pada seseorang selama dia juga setia pada nilai-nilai yang mulia walaupun satu dunia tidak menerima, tidak mengakui, tidak menyukai, tidak mendukung, bahkan meninggalkannya.

Lain halnya jika dia melakukan hal yang sebaliknya, misalnya melakukan praktek korupsi dengan menyalahgunakan jabatan yang dia miliki. Kalau dia melawan hukum Tuhan, saya juga tidak akan mencelakai diri sendiri dengan memberikan dukungan atau membelanya. Kalau berhadapan dengan manusia saya masih berani, tapi kalau melawan Tuhan, jujur saya tidak berani dan tidak siap menanggung konsekuensinya. Lebih baik masing-masing sajalah.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, saya tidak pernah bangga dengan seseorang karena status sosialnya yang tinggi atau asetnya yang mencapai triliunan, tapi saya bangga dengan mereka yang memegang teguh prinsipnya untuk menjaga dan memperjuangkan nilai-nilai yang mulia apa pun konsekuensinya

Sama seperti kakek saya, saya pun ingin dikenang oleh anak dan cucu saya sebagai orang yang berprinsip. Bukan sebagai orang yang haus akan validasi eksternal dan bisa dibeli dengan harga yang murah. Apa pun konsekuensinya.

Terima kasih kakek sudah menjadi inspirasi terbaik bagi kami anak dan cucumu dengan memberikan contoh yang nyata. You are my hero.