Saya pernah share foto telapak tangan dengan tulisan pepatah China, di situ juga ada foto Alkitab dari teman saya.
Respon netijen ada-ada aja, bahkan ada yang menduga saya pindah agama.
Jauh sebelum saya lahir, di rumah saya sudah ada Alkitab. Saya juga punya kitab suci agama lainnya dari kenalan saya. Kenalan saya macem-macem, ada yang atheis, agnostik, Hindu, Buddha, Konghucu, Buddha, Kristen protestan, Katolik dan tentu saja Islam. Akan tetapi, agama saya tidak berubah walaupun saya senang bercakap-cakap dengan mereka.
Saya mengakui bahwa nabi itu banyak, mungkin banyak di antara mereka yang berprofesi sebagai filsuf yang saya kenal. Saya juga membenarkan adanya kitab-kitab yang turun sebelum Al-Qur'an.
Belajar itu kan bisa dari mana aja. Bahkan, banyak konsep di dalam Islam yang bisa saya pahami dengan lebih mudah, lebih jelas dan lebih komprehensif dengan bantuan dari ayat-ayat kitab suci sebelumnya dan ajaran dari nabi-nabi sebelumnya. Banyak konsep yang intinya sama aja atau sejalan dengan Islam, cuma beda di penggunaan bahasa atau simbol-simbol. Bahasa atau simbol-simbol yang digunakan ini sering kali memiliki arti kiasan yang luas dan mendalam, kita yang tahu hanya sebatas kulit ari dan sepotong-sepotong, sering kali cenderung menafsirkannya secara literal bahkan negatif sehingga sering kali salah paham. Untuk memahami suatu ajaran agama secara utuh atau menyeluruh kita perlu mempelajari dari para ahlinya secara kontekstual dengan waktu yang tidak sebentar. Saya pun masih ingin mempelajari bahasa Arab supaya bisa memahami Al Qur'an dengan lebih baik, tidak hanya belajar dari hasil terjemahan orang-orang dalam bahasa Indonesia yang kosa katanya tidak sekaya bahasa Arab. Bahasa Indonesia hanya memiliki 110.000 kosakata, sedangkan bahasa Arab memiliki 12,3 juta kosa kata. Ayah saya yang profesinya juga mencangkup sebagai ahli bahasa Latin, senior editor selama 20 tahun lebih serta peneliti dan penulis buku, kamus dan ensiklopedia mengatakan bahwa penafsiran yang kurang atau tidak tepat oleh translator itu bisa saja terjadi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari sesuatu dari bahasa asal atau bahasa aslinya sesuai konteks sejarah dan budayanya.
Ajaran Konghucu yang mengedepankan pentingnya harmoni dan kedamaian yang dimulai dari diri sendiri dan komunitas terkecil (keluarga) itu juga kan sejalan dengan Islam. Saya salut sih sama ajaran mereka yang sungguh-sungguh memuliakan keluarga, terutama bakti kepada orang tua. Juga benar-benar menjaga hubungan kekeluargaan dan persaudaraan dengan baik.
Buddha dengan delapan jalan kebenarannya juga sejalan dengan Islam. Pandangan benar, niat benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencarian benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Islam juga kan mengajarkan kita untuk belajar khusyuk, mengelola pikiran dan bebas dari kemelekatan yang menjadi sumber penderitaan sama seperti Buddha. Sama seperti Islam yang rahmatan lil alamin, Buddha juga mendoakan supaya semua makhluk hidup berbahagia.
Kristen yang mengedepankan kasih sayang dengan segenap hati juga sejalan dengan Islam. Nabi Muhammad SAW sendiri adalah orang yang berhati lembut dan penuh kasih sayang padahal cobaan hidupnya amatlah berat. Adapula konsep manusia lama dan manusia baru yang sejalan dengan konsep mati sebelum mati. Salib di situ merupakan simbol untuk manusia lama yang sudah disalibkan atau dimatikan, sehingga dia bisa memulai kehidupan baru sebagai manusia baru yang hidup sesuai keinginan roh atau kehendak Tuhan, bukan menuruti ego/aku kecil dan keinginan duniawi lagi (keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup yang gak ada habisnya).
Hindu yang mengajarkan untuk mencapai kebahagiaan abadi dan bukan mengejar hal-hal yang sifatnya duniawi juga sejalan dengan Islam. Konsep trihitakarananya pun sejalan. Tidak ada gunanya membina hubungan baik dengan Tuhan jika kita tidak bisa membina hubungan baik dengan alam dan sesama manusia. Di Islam sendiri kita diminta untuk menjaga hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia, kita juga diminta untuk merawat Bumi dengan bijaksana.
Kenapa sih kita sesama umat beragama tuh hobinya berantem? Salah satu alasannya adalah karena kita tidak saling mengenal satu sama lain. Seperti kata pepatah, "Tak kenal maka tak sayang." Kalau kita sudah saling kenal, kita gak akan saling curiga atau berprasangka buruk. Dengan saling mengenal, kita akan menyadari bahwa kita semua sebenarnya sama, kita semua satu. Satu asal, satu tujuan, satu hati. Cuma, beda kepala atau perspektif aja. Jangankan yang beda agama, yang satu agama aja bisa nafsirin satu ayat yang sama dengan perspektif yang beda-beda 😅
Jalani ajalah apa yang kita yakini tanpa merasa lebih atau paling baik sehingga kita tidak terdorong untuk menghakimi dan merendahkan yang lain seperti iblis kepada Nabi Adam AS. Barang siapa menghakimi akan dihakimi, barang siapa merendahkan akan direndahkan. Kalau kita merasa lebih atau paling baik alias sombong, kita akan menutup diri dan menjaga jarak untuk mengenal yang lain, padahal mengenal itu adalah syarat untuk menghadirkan kasih sayang yang mana adalah inti dari semua agama dan puncaknya ilmu.
Semakin dalam, semakin tinggi dan semakin luas ilmu seseorang maka kasih sayangnya akan semakin besar dan egonya semakin kecil bahkan lenyap, yang ada tinggal keinginan roh yang sesuai kehendak Tuhan atau ridho Allah.
Mustahil kita bisa mengasihi yang lain kalau kita sombong, terperangkap dalam ego sendiri.
Percayalah bahwa kita bukanlah satu-satunya yang diberi keunikan, kemuliaan, keistimewaan, hidayah, pencerahan, wangsit, ilmu pengetahuan, karomah atau apalah itu yang membuat kita jadi merasa lebih atau paling-paling sehingga merasa berhak untuk menghakimi atau merendahkan yang lain seperti iblis.
Allah kan Maha Pengasih, Masa Penyayang, Maha Besar, Maha Luas, Maha Adil. Jika kita diberikan keistimewaan, begitu pula dengan ciptaanNya yang lain.
Daripada saling serang dan menjatuhkan sehingga saling benci dan timbul perpecahan, mending juga kita belajar untuk saling mengenal dan mengapresiasi keistimewaan satu sama lain sebagai tanda-tanda kebesaran Allah yang mampu menciptakan berbagai keunikan yang kompleks, indah dan saling melengkapi. Dengan begitu, kita bisa mensyukuri kehadiran yang lain sebagai nikmat dari Allah.
Berdialog itu gak ada salahnya untuk saling mengenal dan lebih menghargai satu sama lain, yang gak benar itu memaksakan orang lain untuk meyakini apa yang kita yakini.
Tugas kita hanyalah menyampaikan, bukan memaksakan.
Kalau posisinya di balik, kita juga gak mau kan dipaksa-paksa?
Saya sangat bersyukur dapat terlahir di dunia ini sebagai umat akhir zaman di negara yang tingkat toleransinya sangat tinggi seperti Indonesia, karena dengan begitu saya bisa mempelajari banyak hal dengan leluasa dan bisa mengambil banyak pelajaran dari berbagai perspektif dan dari masa-masa sebelumnya.