Monday, 16 September 2024

Separation is Needed: Everyone Deserves a Break

Pernah ada di fase muak mendengarkan kata-kata bijak, nasihat atau teori?
Apalagi keluh kesah dan keresahan yang tiada guna dan tiada habisnya?
Rasanya mau berontak dan bodo amat dengan segalanya?
Mau hidup sesuka hati tanpa mengindahkan aturan dan konsekuensi?

Jika batin kita mulai merasa jenuh dan lelah, ambil jeda dan bersenang-senanglah sejenak.
Supaya, kita bisa mencintai dan merasakan cinta lagi.

Ada banyak sekali kesenangan yang dapat kita nikmati dengan sebebas-bebasnya, sepuas-puasnya. 
Tanpa membuat Tuhan murka, tanpa membuat siapa pun menjadi celaka.

Terlalu kaku, terlalu tegang, terlalu serius, terlalu overthinking, terlalu sedih, terlau baper --- secara terus menerus -- dalam waktu yang lama -- bisa menimbulkan kelelahan batin yang luar biasa --- bahkan, bisa menimbulkan gangguan jiwa. 

Ya, tentu saja. 
Orang yang seru untuk diajak bersenang-senang, sama pentingnya dengan orang yang bisa diajak berjuang bersama.
Jika kita bisa memperoleh keseimbangan dari orang yang sama, buat apa lagi mencari orang yang berbeda?
Semoga Tuhan senantiasa menjaga kita, keturunan kita, dan keluarga kita dari sifat khianat dan orang-orang yang berkhianat.
Rabbana la taj'alna fitnatan lil qaumidz dzalimin. Wa najjina birahmatika minal qaumil kafirin. 

Akan tetapi, tetap saja.
Seindah, setulus, semanis, semenyenangkan --- sesempurna apa pun seseorang, kita masih memerlukan waktu-waktu sendiri --- waktu-waktu untuk bersosialisasi dengan yang lain -- supaya tetap merdeka dan mandiri -- supaya tidak kehilangan diri sendiri -- tanpa, merasa takut kehilangan cinta.

Manusia-manusia merdeka hidup mengikuti panggilan jiwanya.
Jiwa menolak untuk dijajah, jiwa akan menjauh dan berontak jika hendak dikuasai atau didominasi oleh ego yang lain, tak pula oleh orang yang paling dia cintai -- walaupun, hal itu baru sebatas niat atau keinginan yang hadir dalam benak.

Cinta tak berarti harus selalu sama.
Cinta tak berarti harus selalu bersama-sama.
Mengapa memaksakan ego pribadi agar yang lain harus selalu sama dan bersama-sama? Bukankah jalan kita memang berbeda-beda?

Bukannya merasa tak puas, tak setia atau sudah tak cinta.
Bukannya sedang marah atau kecewa.
Bukannya ingin mencampakan dan memutuskan hubungan untuk selamanya.
Kadang, seseorang sangat memerlukan ruang kebebasan untuk mengisi kembali energi yang hilang dan memulihkan keseimbangan dirinya dari segala guncangan ego-ego di sekitar dirinya yang tak terhindarkan.

Setiap orang perlu diberikan waktu-waktu untuk menarik diri -- tanpa dibuat merasa terancam atau bersalah -- tanpa dibebani dengan berbagai ekspektasi -- tanpa merasa ditunggui atau dinanti-nanti -- tanpa dihakimi atau dihukum saat kembali.

Setiap orang perlu jeda dari kemelekatan -- dari perasaan-perasaan yang berlebihan -- dari segala tuntutan atau tekanan ego-ego yang lain -- supaya, tidak merasa frustasi dan defisit energi.

Cukuplah bayangan dan kematian yang selalu mengikuti, cukuplah buronan yang selalu dikejar-kejar dan dicari-cari, cukuplah polisi yang penuh kecurigaan dan suka mengintrogasi, cukuplah Majun yang menjadi gila karena termakan obsesinya sendiri.
Cukuplah pesan Malaikat Jibril menjadi pengingat bagi kita semua -- agar kita tidak berbuat seenaknya dan mencintai sewajarnya saja -- sebab, kita semua akan mati dan ditinggal mati.

Ekspektasi kita hanya akan menjadi beban dan kegelisahan bagi yang lain, juga sumber penderitaan bagi diri kita sendiri.
Tiada satu pun orang yang bertanggung jawab atas kebahagiaan orang lain.
Tak juga orang tua, anak, maupun pasangannya.
Setiap orang bertanggungjawab atas kebahagiannya masing-masing.

Menjadikan orang lain sebagai sumber kebahagiaan tunggal kita hanya akan membebani dan menyiksa dirinya yang penuh kekurangan dan keterbatasan -- juga, diri kita sendiri.
Orang lain bukanlah Tuhan yang Maha Sempurna dan serba bisa -- yang mampu dan layak untuk dijadikan tumpuan tunggal di setiap keadaan.

Istri bukanlah milik suami, suami bukanlah milik istri, anak bukanlah milik orang tua, orang tua bukanlah milik anak.
Orang lain bukanlah budak ego kita, orang lain bukanlah mesin pengabul harapan kita.
Orang lain berhak berlari secepat dan sejauh mungkin ketika kita memberikan beban yang amat berat dan bukan menjadi tanggung jawabnya -- yaitu, membahagiakan kita dengan memenuhi segala ekspektasi yang kita berikan padanya.

Tak peduli apa pun status dan relasinya, setiap orang berhak menentukan jalan hidupnya masing-masing dan dicintai tanpa ekspektasi.

Biarlah cinta datang tanpa pengharapan dan penantian -- memberi tanpa diminta -- bertahan tanpa dipaksa -- murni, dari hati -- atas dasar pribadi -- tanpa intervensi -- ketika dirinya sudah siap untuk mencintai dan dicintai.
Tak perlu manipulasi, manifestasi apalagi jampi-jampi.

Tak ada yang romantis dari rasa cinta yang berlebihan -- menjadi obsesif dan posesif -- selalu dekat dan melekat tanpa jarak. Mengapa kita menginginkan orang lain agar tergila-gila dan memikirkan kita tanpa henti? Tidakkah kita menyadari bahwa hal itu dapat mengganggu fokus, keseimbangan energi dan kestabilan jiwanya? 
Bukankah ketika seseorang tergila-gila dengan kita, orang itu jadi tidak bisa berpikir dengan jernih, fokus bekerja dan mampu mengurus dirinya sendiri dengan baik?
Energi yang seharusnya ia gunakan untuk mencintai, merawat dan mengembangkan dirinya sendiri -- jadi teralihkan dan terkuras ke luar diri -- kebahagiaannya jadi tergantung pada hal di luar diri -- sehingga, hidupnya sendiri menjadi tak terurus, kacau, berantakan, carut marut, tak karuan. 
Ia jadi begitu kosong, tak berdaya dan menyedihkan -- karena kehilangan dirinya sendiri -- karena kehilangan kendali untuk memusatkan fokus dan energinya pada dirinya sendiri -- sebab, tergila-gila pada kita dan tidak ingin mengecewakan kita.
Bukankah hal itu nantinya malah akan menyusahkan diri kita sendiri?
Apakah kita menginginkan orang yang dependen, yang tak mampu mengurus dirinya sendiri dan menggantungkan kebahagiaannya pada kita untuk menjadi pendamping hidup kita selamanya?

Akan tetapi, manusia cenderung sulit untuk menyadari keinginan buruk dari egonya sendiri sampai keadaannya dibalik. Karma, bumerang atau efek cermin terkadang sangatlah diperlukan untuk membuat seseorang muak dan tak tahan lagi dengan keinginannya sendiri pada orang lain. Hanya dengan menjadi korban atas keinginannya sendiri, orang baru akan menyadari bahwa keinginannya bukanlah keinginan yang baik.

"Love and attachment are two different things. When you love someone, you love seeing them grow and becoming happy, but when you get attached to someone you expect them to make you happy." - Wiseman