Memang sebaiknya kita tidak menampakkan kenikmatan-kenikmatan tertentu yang diberikan oleh Tuhan kepada kita untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kecemburuan dan penyakit ain.
Contoh-contohnya...
Kita punya mobil dan rumah sendiri sedangkan teman kita tidak, sebaiknya kita tidak menampakkan dan membahas hal tersebut.
Kita sudah dilamar orang dan akan menikah dalam waktu dekat, sementara teman kita jomblo menahun dan belum sanggup untuk menikah, sebaiknya kita juga tidak menampakkan dan membahas hal tersebut.
Kita sudah umroh, sedangkan teman kita ingin namun belum mampu, sebaiknya kita juga tidak menampakkan dan membahas hal tersebut.
Kita punya anak lucu sementara teman kita belum dikaruniai anak walaupun sudah berusaha dari a-z ke sana ke mari, sebaiknya kita juga tidak menampakkan dan membahas hal tersebut.
Dinilai tidak punya apa-apa, bukan siapa-siapa, tidak kemana-mana dan tidak ngapa-ngapain tentunya jauh lebih baik daripada menyakiti perasaan orang lain.
Untuk apa merisaukan penilaian orang lain?
Yang penting kan pandangan Tuhan, bukan pandangan makhlukNya.
Percuma dipandang baik oleh satu dunia kalau Tuhan mandang kita buruk.
Akan tetapi, bagaimana jika kita yang menjadi pihak yang ditampakkan kenikmatan-kenikmatan itu oleh mereka? Harus seperti apa respon kita?
Akan tetapi, pernahkah kita mencoba melihat dari dua sisi secara positif?
Bisa jadi dia posting makanan untuk bantu promosi atau memperlancar rejeki pedagang beserta karyawannya, atau ingin berbagi kebahagiaan yang sama dengan yang lain (I mean, biar yang lain nyoba dan bahagia juga bisa merasakan makanan yang seenak itu).
Kalau kita gak suka posting-posting di akun sosmed pribadi tapi ingin membantu perekonomian pedagang makanan dan berbagi kebahagiaan yang sama dengan orang lain, kita bisa aja borong dagangannya untuk disedekahkan. Kita juga bisa nulis review positif dan ngasih rating yang bagus untuk mendongkrak penjualannya. Tinggal gerakin jari untuk membantu orang lain apa susahnya? Asal jangan ikut-ikutan nulis rating palsu, itu sama saja kita mendukung usaha penipu. Jangan pake tipu-tipulah biar usaha kita berkah.
Oia, kata pemilik Ajwad resto di Condet yang enak itu, sedekah makanan itu bernilai amal jariyah yang tinggi lho. Apa iya? Entahlah. Nah, saya rasa gak ada salahnya ya kita bagi-bagi makanan ke orang-orang yang membutuhkan dimulai dari orang terdekat di sekitar kita, apalagi yang fakir dan miskin.
Orang beriman tidak boleh hanya tinggal diam, tapi harus menjadi orang yang bermanfaat bagi sesamanya supaya imannya tidak berangsur layu dan mati. Ingatlah selalu bahwa iman selalu berbuah tindakan, iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah sia-sia.
Jangan sampai kita dikelompokkan sebagai golongan kiri yang menyesali kekuasaan dan hartanya di kemudian hari seperti dalam surat Al-Haqqah. Jangan sampai kita lupa bahwa semakin tinggi kekuasaan dan semakin banyak harta kita, maka semakin besar pula tanggung jawab kita terhadapnya, yang mana artinya kita harus melakukan lebih banyak kebaikan kepada lebih banyak makhluk ciptaaNya. Dari yang tadinya berbagi 20 nasi bungkus per bulan, bisalah kita dinaikin jadi 50 nasi bungkus per bulan atau lebih.
Bisa jadi orang yang terlihat relijius itu isi pikirannya malah duniawi, sementara orang yang cukup dengan duniawinya pikirannya malah lebih fokus ke Tuhan.
Ya kan sudah cukup dengan duniawinya, buat apa lagi repot-repot mikirin dan nyari duniawinya?
Ada pula teman yang suka rekreasi untuk menikmati keindahan ciptaan Tuhan dan mengingat kebesaranNya, ya apa salahnya? It's not a sin to be happy. Dalam agama pun tidak dilarang. Bukannya tafakur dan tadabbur alam itu justru bagus ya, bahkan sangat dianjurkan? Tentunya selama kita tidak berlebihan dan tidak meninggalkan ibadah yang lebih utama. Yang namanya ngaji itu kan gak selalu dari teks atau di majelis offline online, di alam bebas juga banyak ayat-ayatNya (ayat kauniyah) yang bisa kita baca dan renungi maknanya.
Bukannya supaya bisa Istiqomah kita perlu lebih menikmati hidup, tidak melulu memikirkan dan melakukan hal yang kaku-kaku, tegang-tegang, serius-serius, seram-seram dan kering-kering terus?
Menjadi dewasa dan kenal Tuhan itu kan artinya bukan hidup tanpa kenikmatan duniawi.
Kalau bisa bahagia dunia akhirat, kenapa tidak? Kalau makan dan jalan-jalan enak gak dosa kenapa tidak?
Ya nikmati aja asal tau batas dan tanggung jawab, ingat bahwa suatu hari kita akan dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban.