Saturday, 16 September 2023

It's not a sin to be happy

Memang sebaiknya kita tidak menampakkan kenikmatan-kenikmatan tertentu yang diberikan oleh Tuhan kepada kita untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kecemburuan dan penyakit ain. 
Contoh-contohnya...
Kita punya mobil dan rumah sendiri sedangkan teman kita tidak, sebaiknya kita tidak menampakkan dan membahas hal tersebut.
Kita sudah dilamar orang dan akan menikah dalam waktu dekat, sementara teman kita jomblo menahun dan belum sanggup untuk menikah, sebaiknya kita juga tidak menampakkan dan membahas hal tersebut.
Kita sudah umroh, sedangkan teman kita ingin namun belum mampu, sebaiknya kita juga tidak menampakkan dan membahas hal tersebut.
Kita punya anak lucu sementara teman kita belum dikaruniai anak walaupun sudah berusaha dari a-z ke sana ke mari, sebaiknya kita juga tidak menampakkan dan membahas hal tersebut.
Dinilai tidak punya apa-apa, bukan siapa-siapa, tidak kemana-mana dan tidak ngapa-ngapain tentunya jauh lebih baik daripada menyakiti perasaan orang lain.
Untuk apa merisaukan penilaian orang lain?
Yang penting kan pandangan Tuhan, bukan pandangan makhlukNya.
Percuma dipandang baik oleh satu dunia kalau Tuhan mandang kita buruk.

Akan tetapi, bagaimana jika kita yang menjadi pihak yang ditampakkan kenikmatan-kenikmatan itu oleh mereka? Harus seperti apa respon kita? 

Saat melihat teman memposting suatu kenikmatan duniawi di media sosial, misalnya soal jajanan atau jalan-jalan, mungkin kita pernah menginterpretasikannya dari satu sisi secara negatif.
Akan tetapi, pernahkah kita mencoba melihat dari dua sisi secara positif?

Bisa jadi dia posting makanan untuk bantu promosi atau memperlancar rejeki pedagang beserta karyawannya, atau ingin berbagi kebahagiaan yang sama dengan yang lain (I mean, biar yang lain nyoba dan bahagia juga bisa merasakan makanan yang seenak itu).
Kalau kita gak suka posting-posting di akun sosmed pribadi tapi ingin membantu perekonomian pedagang makanan dan berbagi kebahagiaan yang sama dengan orang lain, kita bisa aja borong dagangannya untuk disedekahkan. Kita juga bisa nulis review positif dan ngasih rating yang bagus untuk mendongkrak penjualannya. Tinggal gerakin jari untuk membantu orang lain apa susahnya? Asal jangan ikut-ikutan nulis rating palsu, itu sama saja kita mendukung usaha penipu. Jangan pake tipu-tipulah biar usaha kita berkah.

Oia, kata pemilik Ajwad resto di Condet yang enak itu, sedekah makanan itu bernilai amal jariyah yang tinggi lho. Apa iya? Entahlah. Nah, saya rasa gak ada salahnya ya kita bagi-bagi makanan ke orang-orang yang membutuhkan dimulai dari orang terdekat di sekitar kita, apalagi yang fakir dan miskin.

Orang beriman tidak boleh hanya tinggal diam, tapi harus menjadi orang yang bermanfaat bagi sesamanya supaya imannya tidak berangsur layu dan mati. Ingatlah selalu bahwa iman selalu berbuah tindakan, iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah sia-sia.


Jangan sampai kita dikelompokkan sebagai golongan kiri yang menyesali kekuasaan dan hartanya di kemudian hari seperti dalam surat Al-Haqqah. Jangan sampai kita lupa bahwa semakin tinggi kekuasaan dan semakin banyak harta kita, maka semakin besar pula tanggung jawab kita terhadapnya, yang mana artinya kita harus melakukan lebih banyak kebaikan kepada lebih banyak makhluk ciptaaNya. Dari yang tadinya berbagi 20 nasi bungkus per bulan, bisalah kita dinaikin jadi 50 nasi bungkus per bulan atau lebih.

Teman yang sering jajan juga belum tentu teman yang hedonis, bisa jadi itu cara mereka untuk bersedekah tanpa menyinggung perasaan pedagangnya. Ibadah itu kan luas, makan jajanan juga bisa bernilai ibadah kalau kita niatkan untuk ibadah dan dinikmati sesuai dengan adab yang baik. Yang kita lihat memang duniawi, tapi siapa tahu niat dan orientasi orang itu adalah akhirat?
Bisa jadi orang yang terlihat relijius itu isi pikirannya malah duniawi, sementara orang yang cukup dengan duniawinya pikirannya malah lebih fokus ke Tuhan.
Ya kan sudah cukup dengan duniawinya, buat apa lagi repot-repot mikirin dan nyari duniawinya?

Ada pula teman yang suka rekreasi untuk menikmati keindahan ciptaan Tuhan dan mengingat kebesaranNya, ya apa salahnya? It's not a sin to be happy. Dalam agama pun tidak dilarang. Bukannya tafakur dan tadabbur alam itu justru bagus ya, bahkan sangat dianjurkan? Tentunya selama kita tidak berlebihan dan tidak meninggalkan ibadah yang lebih utama. Yang namanya ngaji itu kan gak selalu dari teks atau di majelis offline online, di alam bebas juga banyak ayat-ayatNya (ayat kauniyah) yang bisa kita baca dan renungi maknanya. 

Bukannya supaya bisa Istiqomah kita perlu lebih menikmati hidup, tidak melulu memikirkan dan melakukan hal yang kaku-kaku, tegang-tegang, serius-serius, seram-seram dan kering-kering terus?

Menjadi dewasa dan kenal Tuhan itu kan artinya bukan hidup tanpa kenikmatan duniawi. 
Kalau bisa bahagia dunia akhirat, kenapa tidak? Kalau makan dan jalan-jalan enak gak dosa kenapa tidak?
Ya nikmati aja asal tau batas dan tanggung jawab, ingat bahwa suatu hari kita akan dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban.


Peringkat Nafsu

Kita cenderung bias saat menilai diri sendiri.
Misalnya, saat menentukan peringkat nafsu.
Ada di mana kita?
Hanya Tuhan yang tahu.
Ada di mana peringkat si a atau si b?
Bukan urusan kita untuk mengetes, menilai atau menghakimi.
Semua orang punya rute dan kecepatannya masing-masing dalam perjalanannya kembali kepada Tuhan.

Berprasangka dan doakan yang baik-baik sajalah. 

Saturday, 9 September 2023

Kebiasaan

Hidup itu pilihan, dan setiap harinya kita harus memilih.

Mau terperangkap dalam masa lalu atau membangun masa depan. 

Mau menikmati yang haram atau yang halal.

Mau yang luas tapi dangkal atau sempit tapi dalam.

Mau menjadi manusia kerumunan atau menjadi manusia otentik.


Kita tidak bisa menikmati dua hal yang bertentangan sekaligus, misalnya haram dan halal. 

Bila kita terbiasa menikmati pilihan yang haram, maka pilihan yang halal akan terasa membosankan,

ibadah pun terasa hambar bahkan berat untuk dijalani.


Orang akan wafat dan dibangkitkan sesuai kebiasaannya, maka pilihlah kebiasaan yang baik setiap 

harinya. Jangan sekali-kali membuat pilihan yang buruk, karena kita tak pernah tahu kapan 

nyawa kita akan dicabut.

Kalau kita terbiasa melakukan dosa-dosa kecil tanpa kita sadari, maka tinggalkanlah seluruh dosa-dosa besar supaya dosa-dosa kecil kita yang menumpuk itu diampuni.



Tuesday, 5 September 2023

Moksha

Bayangkan jika banyak yang jatuh cinta padamu namun tak ada satupun yang kamu cintai sehingga kamu memperlakukan mereka dengan amat buruk. Lalu suatu ketika, tanpa bisa kamu hindari, kamu benar-benar jatuh cinta pada seseorang untuk pertama kalinya tanpa alasan yang jelas.
Alih-alih membalas cintamu, ia dikirimkan Tuhan untuk membalas semua karma buruk yang pernah kamu lakukan pada mereka semua selama bertahun-tahun.

Apakah kamu akan membencinya, sementara ia hanyalah cerminan dirimu di masa lalu yang datang untuk memberi pelajaran guna meningkatkan kesadaran tentang dirimu sendiri?
Apakah kamu akan membencinya, sementara ia membantumu melunasi hutang karma dan menyucikan jiwamu?

Ataukah kamu akan memaafkan dirimu yang lalu dan dirinya yang sekarang, agar tak ada lagi yang tersakiti karena pernah menyakiti?
Tentu dengan begitu, kamu bisa membebaskan dirimu dan dirinya dari roda penderitaan.

Merasa Lebih Baik?

Ketika kita merasa lebih baik dan ingin menghakimi dosa orang lain, ingatlah hal berikut ini:



Setiap orang itu punya masa lalu dan tak luput dari dosa.
Jangan cepat menilai seseorang karena setiap orang yang suci pasti punya masa lalu, dan seorang pendosa pun masih punya masa depan, wfnaff. 
Lebih baik kita menjadi orang yang menyadari dosa-dosa kita sendiri lalu beristiqamah memperbaiki diri daripada menjadi orang yang merasa dirinya lebih baik sehingga tertipu dengan amal sholeh kita.




Ketika kita merasa terpuruk dengan masa lalu kita yang buruk, ingatkan kata Sayyidina Umar, adakalanya orang yang paling buruk di masa silam akan jadi paling baik di masa depan. Selalu ada cara untuk menebus dosa-dosa kita, misalnya dosa zina. Intinya, jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah seburuk apapun masa lalu kita.

Sunday, 3 September 2023

Penyakit Adalah Berkat

Bagi saya, penyakit adalah berkat. Penggugur dosa, pengingat akan kesalahan dan kelemahan kita supaya lebih sadar diri dan rendah hati. Homo deus apanya, menghindari penyakit aja gak bisa. Waktunya sakit ya sakit, waktunya mati ya mati. Banyak penyakit dan kematian yang ga bisa dihindari dan hingga kini belum diketahui penyebab pastinya karena keterbatasan diri kita. 



Saya pun pernah sakit, sekitar 4 tahun lalu.  Saya batuk cukup lama, hampir satu bulan lamanya namun tak kunjung sembuh. Saat itu di kelas saya banyak murid yang sakit, dan sakitnya gantian seperti lingkaran setan jadi saya bisa tertular berkali-kali. Saya sudah pergi ke dokter yang terkenal beberapa kali, namun masih saja batuk. Hingga pada akhirnya, saya cerita sekilas ke rekan saya sewaktu berjalan di koridor sekolah. Dia hanya bilang begini, "Coba minum madu, madu itu bisa buat batuk."

Saya pun mencari jenis madu terbaik untuk saya konsumsi, dari hasil penyelidikan saya, jenis madu terbaik adalah madu hutan murni yang masih mentah. Kebetulan, tak begitu jauh dari rumah saya ada yang jual. Alhamdulillah, batuk saya membaik dan imun saya meningkat. Saya mempercayai khasiatnya karena telah membuktikannya sendiri, saya pun merekomendasikan madu itu ke teman-teman saya. 

Seiring berjalannya waktu, saya berinisiatif untuk mendalami soal madu dan mencari sumber lainnya. Hingga akhirnya, saya malah bisnis madu sampai detik ini. Alhamdulillah ala kulli hal. Dhuwur wekasane, endhek wiwitane.

Sahabat baik saya selalu mengingatkan saya bahwa kita jualan untuk beribadah, untuk membantu orang-orang yang membutuhkan obat berkualitas dengan harga terjangkau. Dia yang selalu mengingatkan saya untuk sedekah dan berkurban, supaya tidak menjadi orang yang pelit dan serakah. Kalau kita pelit, uang itu bisa dipaksa keluar dengan cara-cara tak terduga yang kurang menyenangkan. Misalnya, tiba-tiba kita atau keluarga kita sakit, kecelakaan, kecurian, rumah kebakaran, mobil rusak, bisnis bangkrut, dan lain sebagainya. 

Memang hakikatnya energi itu harus berputar terus agar hidup ini seimbang. Kalau kita tidak mengeluarkan uang itu dengan sukarela, maka kita akan dipaksa untuk mengeluarkan uang itu suka tidak suka.

Sahabat saya juga mengingatkan saya supaya kalau sakit gak usah ngeluh, gak usah nyalahin apapun, tapi dinikmati aja sakitnya. 

Teman Baper Adalah Anugerah

Ada orang yang mudah tersinggung dengan perkataan kita walaupun kita menyampaikan sesuatu dengan nada dan kata-kata yang halus, juga tidak bermaksud sama sekali untuk menyindir, merendahkan, menuduh ataupun menyalahkannya.

Misalkan begini...

Kita: "Aku agak lama kumpul soal karena aku cek berkali-kali dulu sebelum kumpul."

Dia: "Terus, karena aku cepet artinya aku gak hati-hati, gitu? Itu mah kamunya aja yang lama. Aku kumpul cepet juga bukan berarti aku gak mengecek dulu, ya. Jangan sok iye deh jadi orang, tau deh yang paling hati-hati."

Adapun jika update status, dia seringkali merasa bahwa update status itu pasti untuknya, padahal nyatanya kan kenalan kita bukan hanya dia. Dunia kita bukan hanya dia saja.

Bagaimana rasanya jika harus berinteraksi dengan teman seperti itu setiap hari selama bertahun-tahun? Apakah kita harus meninggalkannya? Jangankan menegur, kita bicara hal biasa saja bisa diinterpretasikan sebagai suatu hal yang sangat negatif dan menyakitkan hatinya. 

Alih-alih membencinya, coba kita pahami dia. Kenapa dia begitu? Bisa jadi dia menyimpan banyak luka atau sedang menanggung banyak beban sebagai generasi sandwich sehingga kita dijadikan pelampiasan emosinya. Sebagai teman yang baik, hendaknya kita bisa lebih pengertian dan perhatian. Kalau dia lapar dan sedang bosan dengan menu yang itu-itu saja, temanilah ia menyantap makanan dan minuman yang ia suka. Kalau mukanya terlihat muram dan letih, berilah pijatan yang ringan sambil memutar musik yang santai dan dengarkan ceritanya. Jangan dikit-dikit males atau BT dalam menghadapi teman yang seperti itu. Sebagai teman yang mood-nya lebih baik, hendaknya kita bisa memberikan dukungan moril dan materil yang berarti.

Mungkin ada kalanya kita sebal dan lelah dengan kelakuan teman kita yang baper. Boro-boro diapresiasi, yang ada dinilai salah dan kurang terus, niat baik disalahpahami terus. Saat emosi kita memuncak hingga rasanya ingin meledak dan memutuskan tali silaturahmi, ingatlah segala kebaikannya dan firman Tuhan berikut ini:



Ingat juga perkataan Imam besar kita yang satu ini:

Tuhan pasti menginginkan banyak kebaikan dengan mengirimkannya ke hidup kita. Seharusnya kita bersyukur dan bersabar memiliki teman yang baper, karena dialah yang melatih kita supaya lebih bersabar dan lebih berhati-hati dalam menjaga lisan kita supaya kita tidak bangkrut di hari kiamat kelak.




Saturday, 2 September 2023

Kecemasan

Sebagai guru, kita harus mengenal murid supaya bisa membantu mereka berkembang sesuai potensinya secara optimal. Jika ada murid yang memiliki kesulitan atau masalah, tak ada salahnya memanggil orang tuanya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, berdiskusi dan meminta kerja sama untuk membuat perubahan yang lebih baik sedini mungkin.

Sebelum bicara, ada baiknya kita mendengarkan apa yang perlu kita ketahui tentang murid tersebut. Dari cerita mereka, kita dapat mengenal murid itu dengan lebih baik, seperti apa pola pengasuhannya, apa harapan dari orang tuanya, riwayat pendidikan dan kesehatannya dll.

Tahun ini saya bertemu dengan orang tua murid yang mengingatkan saya pada mama saya. Saya jadi flashback setelah mengobrol dengan beliau ketika berjalan sendirian di koridor sekolah yang sepi.

Dulu saya dikira anak bungsu sama mama saya, jadinya disayang dan diajak kemana-mana apalagi saya adalah anak perempuan seperti yang diharapkan. Pada tahun kelahiran saya, di keluarga besar itu kebetulan ada 3 ibu hamil dan semuanya mengharap anak perempuan lantaran di keluarga besar sudah banyak anak laki, tapi yang dapat hanya mama saya.
Cuma, jadinya dijagain sampai segitunya. Waktu balita tulang saya sempat geser karena pernah jatuh saat manjat pintu yang dikunci, untungnya tulang saya balik lagi. Kalau dicariin mama, saya suka ngumpet di kolong sofa, di kolong tempat tidur, manjat pohon belimbing atau ke rumah teman tapi tetap disamperin karena ngumpetnya di situ-situ aja.

Waktu saya beranjak dewasa, saya suka matiin hp. Seingat saya, waktu kuliah pun saya pernah gak bawa hp selama 3 bulan karena gak mau dicariin sama papa dan nenek saya yang jadi pengganti mama saya. Gimana ya, diperhatikan itu bagus. Cuma kalau berlebihan, jadinya malah risih.

Sebagai guru/orang tua, saya rasa kita perlu belajar lebih tenang supaya anak/murid kita juga tidak merasa risih. Lagipula, terlalu cemas atau khawatir itu kan gak baik untuk kesehatan kita seperti kata Ibnu Sina. Percaya aja bahwa Allah akan selalu menjaga kita selama kita menjagaNya dalam hidup kita.