Sunday, 14 July 2024

Our thoughts = Our destiny

Salah satu inti dari ajaran Buddha adalah pengendalian pikiran. Ya kita memang perlu berhati-hati dengan pikiran kita karena pikiran kitalah yang akan mengarahkan kita pada tindakan atau pilihan yang akan kita ambil, lalu kumpulan dari pilihan itulah yang nantinya akan membentuk nasib kita. Kalau kita pernah mendengar ayat suci yang mengatakan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubahnya sendiri, hal itu bisa diartikan bahwa sebelum kita mengubah pikiran kita sendiri maka nasib kita pun tidak akan berubah. 

Kalau kita mau mengubah nasib kita menjadi baik maka kita perlu membuang semua pikiran lama yang tidak baik, jaga pikiran lama dan pasok pikiran baru yang baik-baik saja.

Ketika mendengar ada orang yang mengatakan  "Lebih baik menyakiti daripada disakiti," apa yang terlintas dalam benak kalian?

Bukankah itu termasuk pikiran buruk yang perlu kita buang ?
Bukankah pikiran yang seperti ini menandakan bahwa kita tidak mengenal diri kita sendiri yang sejatinya satu dengan yang lain? 
Dengan menyakiti yang lain, sama saja kita menyakiti diri kita sendiri (disakiti oleh diri sendiri), karena apa pun yang kita lakukan kepada yang lain akan kembali lagi ke kita seperti bumerang. 
Pikiran seperti ini juga menandakan bahwa kita punya ketakutan atau kecurigaan yang buruk pada yang lain.
Nah, karena takut disakiti, makanya kita curi start untuk menyakiti duluan. 
Turunan dari pikiran seperti ini adalah...
Daripada diselingkuhi makanya kita selingkuh duluan.
Daripada dikhianati makanya kita mengkhianati duluan.
Daripada ditinggalkan makanya kita meninggalkan duluan.
Daripada ditolak makanya kita menolak duluan.
Daripada direndahkan makanya kita merendahkan duluan.
Daripada ditindas makanya kita menindas duluan.
Daripada diserang makanya kita menyerang duluan. 
Nauzubillah min dzalik.

Jika kita memiliki pikiran seperti itu, kasihan pasangan kita. Kenapa? Karena kita berpotensi besar untuk menyakitinya tanpa merasa berdosa. Kenapa tanpa merasa berdosa? Karena kita berpikir bahwa dia juga akan menyakiti kita namun keburu didului saja oleh kita. 
Padahal, belum tentu dia mau menyakiti. Belum tentu dia mau mengobjekkan atau menjadikan kita korbannya.

Ada sebuah cerita...
Seorang lelaki berselingkuh karena takut diselingkuhi.
Padahal ketakutannya tidaklah nyata, dia hanya ditipu oleh pikirannya sendiri. 
Si perempuan yang tidak bersalah ini menjadi korban tuduhan dan pengkhianatan dari si laki-laki.
Apakah si laki-laki itu merasa bersalah? Tentu saja tidak, karena dia berpikir bahwa ini hanya masalah dulu-duluan saja. Kalau bukan dia yang melakukannya sekarang, ya perempuan itu yang akan melakukannya nanti. 
Memang ada orang baik yang bisa berubah menjadi jahat di kemudian hari, akan tetapi ada juga loh orang yang konsisten baik bahkan progresif di sepanjang hidupnya.
Lagipula, keadaan yang sama belum tentu direspon sama oleh orang yang berbeda. Sejarah kelam kita dengan yang dulu atau sejarah kelam orang-orang lainnya, belum tentu terulang kembali atau terjadi kepada kita. 
Ada kok orang yang bisa mikir, mengontrol diri dan menentukan pilihannya dengan baik. 
Gak sama seperti yang dulu-dulu, gak sama seperti orang-orang kebanyakan.

Jika kita ingin menjadi orang yang baik, kita perlu membersihkan pikiran-pikiran yang buruk seperti "Lebih baik menyakiti daripada disakiti". Kita perlu mereset dan memprogram ulang otak kita. Semua pikiran buruk yang bersumber pada ketakutan yang tidak nyata, yang membuat orang lain jadi merasa insecure, terancam, takut, dalam bahaya atau tidak aman ketika bersama kita lebih baik dibuang semua.

Jika kita mengakui bahwa Islam adalah agama kita, sudah selayaknya kita berusaha untuk membawa atau menciptakan kedamaian di dunia ini. Bukannnya malah membuat diri kita maupun yang lain jadi merasakan hal yang sebaliknya. Islam itu sendiri kan berasal dari kata "salam", "As-Salmu berarti damai atau kedamaian.

Saya juga tidak membenarkan pikiran "Lebih baik disakiti daripada menyakiti," karena saya tidak mau mengizinkan diri saya untuk didzolimi oleh siapa pun. 
Akan tetapi, setidaknya pemikiran yang kedua ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan yang pertama karena bisa mencegah kita untuk menjadi orang yang dzolim. 

Selain "lebih baik menyakiti daripada disakiti," kira-kira apalagi pikiran-pikiran buruk yang sebaiknya kita buang agar nasib kita dan yang lain menjadi lebih baik?