Wednesday, 5 February 2025

Segalanya Ada Waktunya

Saat sedang lelah, orang tak butuh...
ceramah
kuliah
pendapat
kritik
saran
petuah
nasehat
ocehan
atau kata-kata mutiara

Semua hal itu baik, namun, tidak tepat waktunya.

Orang yang memberikan respon negatif atas semua hal itu bukan berarti orang yang bodoh, ngeyel atau keras. 
Bisa jadi kitanya saja yang kurang peka dalam membaca situasi, merasakan energi, memahami hati dan memberikan reaksi.

Kebaikan yang diberikan pada saat yang tidak tepat justru bisa menjadi masalah.
Masih ingatkah kita dengan ucapan Whitehead? Ya, kebaikan yang tidak pada porsi, tempat dan waktunya justru akan menjadi kejahatan.

Orang yang sedang lelah hanya membutuhkan...
istirahat sejenak
rekreasi 
relaksasi
dibuat nyaman
dibuat senang
dibuat tersenyum lebar dan tertawa riang
dibuat terbang dan mabuk kepayang

Orang yang membutuhkan semua hal itu bukan berarti orang yang malas, hedonis, mau enaknya saja atau tak kenal Tuhan. Semua itu manusiawi. Semua hal itu dibutuhkan sebelum mereka kembali berdoa, berpikir, belajar dan bekerja lagi.

Semua orang bisa merasa lelah.
Semua orang perlu jeda.
Semua orang perlu rekreasi, perlu relaksasi. 
Untuk itulah Tuhan menciptakan malam, menciptakan hal yang indah-indah dan enak-enak.
UNICEF pun menetapkan istirahat dan rekreasi sebagai hak bagi setiap anak.

Memaksakan diri yang lelah untuk terus bekerja tanpa jeda itu tidak manusiawi. Hal tersebut bisa membuat kita menjadi patah atau hancur luar dalam secara perlahan.

Bagaimana ciri-ciri orang yang sedang merasa lelah itu? 
Sulit untuk mengetahuinya secara pasti bila kita tidak bertatapan muka dengannya.
Kita hanya bisa menerka-nerka, dari...
Wajahnya yang murung dan sulit tersenyum.
Sorot matanya yang kosong dan sedih.
Nada bicaranya yang rendah dan tidak bersemangat.
Kepalanya yang tertunduk, bahunya yang turun dan condong ke depan.
Percakapannya yang hemat kata.
Responnya yang mudah marah dan cenderung pasrah.

Ya, banyak tanda.
Sayangnya, sering kali kita tidak peka.
Orang-orang pun cenderung untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.

Apakah kita salah jika kita gagal dalam memahami dan memperlakukan orang lain dengan tepat sementara orang itu sendiri tidak mau berterus terang bahkan berbohong tentang keadaannya?
Apakah kita salah jika tidak memberikan perhatian, pengertian atau bantuan apa pun kepadanya karena dia membuat kita berpikir bahwa dia baik-baik saja, bahkan, jauh lebih baik daripada kita dan tidak membutuhkan kita?

Ngomong-ngomong soal lelah...

Di kelas saya, ada satu murid yang kesehariannya adalah marah-marah sejak beberapa tahun silam. 
Setelah kembali dari luar negeri, dia nampak lebih tenang dan bahagia.
Ya, selama ini dia merasa begitu lelah dan memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Namun, orang tuanya terlalu sibuk untuk memahami dan memenuhi kebutuhan/hak si anak untuk didengarkan, disayangi dan berekreasi.

Saya pun masih ingat dengan seorang pegawai administrasi yang terkenal judes di kampus saya. Alih-alih diperlakukan buruk olehnya, dia tersenyum dan bersikap ramah. Karena apa? Entahlah. Mungkin karena saya mau mencoba untuk memahaminya dan memberikan apa yang dia butuhkan.
Sederhana, yang dia butuhkan hanya dianggap ada dan diperlakukan dengan baik.
Ternyata, dia memang tidak seburuk itu.
Mungkin, orang-orang saja yang selama ini tidak mau mencoba untuk memahami dan memperlakukannya dengan baik.
Kenapa dia begitu judes? Banyak kemungkinan.
Mungkin dia lelah.
Mungkin kebaikannya selama ini tidak diapresiasi, malah dijadikan alasan oleh orang-orang untuk memperlakukannya secara kurang ajar. Bukankah begitu kultur kita? Orang baik cenderung disepelekan dan diperlakukan secara semena-mena? Alih-alih membalas kebaikan dengan kebaikan yang lebih, yang dibaiki sering kali malah ngelunjak bahkan menginjak-injak. "Ah, gak apa, dia ini. Dia gak akan marah."

Adapun wanita paruh baya dengan beberapa anak yang terkenal ketus dan kasar dengan kata-katanya, bisa memberikan senyum yang sangat manis dan bersikap ramah.
Karena apa? Hanya diperlakukan secara manusiawi. Dilihat, diberikan senyum, dibantu dan tidak dipersulit urusannya.

---

Amat disayangkan. Sering kali kita hanya menunggu agar ekspektasi kita dipenuhi oleh orang lain.
Sementara, kita sendiri enggan untuk memenuhi ekspektasi orang lain. 
Ingin disapa, tapi enggan untuk menyapa lebih dulu. Ketika orang lain tidak menyapa kita lebih dulu, orang itu kita bilang sombong, ketus, belagu, gak sopan, cuek, judes, jutek dlsb.
Padahal, ada banyak kemungkinan lainnnya. Misalnya dia minus, pakai kacamata tapi lensanya tidak sesuai, dia malu, dia sedang tidak fokus atau sedang sibuk memikirkan suatu hal, dlsb.
Ingin dihormati, tapi kita sendiri enggan untuk menghormati lebih dulu.
Ingin dipahami, tapi kita sendiri tidak berusaha untuk memahami lebih dulu.

Menunggu, berekspektasi dan menghakimi memang jauh lebih mudah daripada memulai lebih dulu, memberikan contoh dan mencoba untuk memahami. Anehnya, bisa-bisanya kita berharap atau menuntut orang lain untuk melakukan ini itu, padahal kitanya sendiri enggan atau tidak pernah melakukan hal-hal tersebut untuk orang lain.