Thursday, 25 July 2024

Let Bygones be Bygones

Selalu ada alasan di balik perintah Tuhan.
Misalnya, larangan untuk menceritakan dosa-dosa kita di masa lalu.

Jika sudah selesai ya sudah, buang segalanya dan jangan sengaja menelanjangi diri kita sendiri. 

Sebab, manusia bukanlah Tuhan. 
Walaupun sudah memaafkan, kesalahan itu bisa tiba-tiba teringat kembali dan membuat kesal, bahkan bisa membuat orang lain memiliki trust issue dengan kita.

Jangan pernah menceritakan betapa nakalnya kita dulu ke orang yang benar-benar setia dan menjaga kesucian dirinya karena menghormati kita. 
Jika tiba-tiba dia marah atau punya trust issue dengan kita karena teringat akan hal itu ya sudah resiko. Siapa suruh cerita-cerita? 😂 


Ini pengalaman dari seseorang yang saya kenal. Setelah lulus dari pesantren, dia sempat tinggal sekian lama dengan seseorang yang dia cintai layaknya suami istri.
Setelah menikah, apa yang terjadi?
Ya, tentu saja suaminya mau menerima masa lalunya. Makanya, mereka berdua bisa menikah dan dikaruniai oleh anak-anak yang lucu.
Akan tetapi, sang suami kadang teringat akan masa lalu istrinya, sehingga dihantui trust issue dan memperlakukannya dengan sangat buruk.

Kita sebagai penonton tentunya mudah sekali berkomentar, harusnya orang itu begini dan begitu. Akan tetapi, jika kita berada di posisi yang sama dengan mereka, rasanya tentu tak mudah.
Menerima masa lalu orang lain itu tidak mudah, apalagi jika kesalahan yang dilakukan oleh mereka adalah hal yang paling kita benci atau hal yang paling tidak bisa kita tolelir.
Tunggulah sampai kita berada di posisi yang sama dengan mereka, barulah kita akan paham bagaimana sulitnya menjadi mereka.

Setelah melakukan perbuatan dosa, tak perlulah kita menelanjangi diri kita sendiri, karena orang lain bisa memafkan tapi belum tentu bisa melupakan.

Jejak-jejak kehidupan kelam kita juga baiknya dihapus semua, termasuk jejak digital. Buat apa mempermalukan diri kita sendiri dengan sengaja mengumbar atau membeberkan aib kita di masa lalu? 

Mengumbar atau membeberkan aib masa lalu itu bukannya tidak munafik, tapi tindakan ceroboh yang dilarang oleh agama. Sudah selesai ya sudah, tutup. 

Kalau kita susah cari kerjaan, susah cari rekan bisnis atau susah cari jodoh yang bener ya bisa jadi itu disebabkan oleh ulah kita sendiri yang hobinya suka mempermalukan diri sendiri secara terang-terangan. 

Kita gak perlu pergi ke dukun untuk buka-buka aura apalagi pasangan susuk, pengasihan, pemikat atau penglaris. Hapus-hapusin aja rekam jejak digital kita yang kelam, hentikan kebiasaan umbar aib kita sendiri dan teruslah tingkatkan kualitas diri.

Saturday, 20 July 2024

Amygdala Hijack

Kamu tahu kan bagian otak yang paling lama matangnya? Ya, prefrontal cortex, bagian otak yang bisa mengambil keputusan dengan bijak. Pada perempuan, bagian ini biasanya matang di usia 30-an.
Sebelum-sebelumnya, perempuan lebih dikuasai oleh emosi, dibajak oleh amygdala.
Sehingga, keputusannya cenderung irasional dan tidak bijak.

Setelah kita tenang, tidak terlalu melibatkan emosi termasuk perasaan cinta yang berlebihan, barulah kita bisa berpikir dengan jernih dan bijaksana.

Di saat itu, barulah kita menyadari semua kekonyolan dan kebodohan kita selama ini.
Hahaha, rasanya lucu jika diingat-ingat.
Setelah sadar, aku tak ingin melakukannya lagi.

Thursday, 18 July 2024

The Highest Pleasure

Coba kita perhatikan apa yang dilakukan oleh para konglomerat ketika mereka sudah sukses membangun bisnis dan mendapatkan banyak uang.
Ya, mereka berbagi. Berbagi apa saja termasuk ilmu. Ada yang membuka seminar atau kelas berbayar, katakanlah setiap pendaftar perlu membayar sejuta rupiah. Dari 500 pendaftar saja mereka sudah dapat mengumpulkan 500 juta rupiah. Jika mereka mengadakan beberapa kali seminar, berapa keuntungan yang terkumpul? Ya tentunya milyaran. 10 kali seminar saja sudah 5M. 
Iya, 10 kali speak up, 10 kali kita mengajar di depan publik yang isinya 500 peserta saja kita sudah bisa mendapatkan 5M. Bagaimana jika pesertanya banyak dan seminarnya sering? Tinggal dikalikan saja keuntungannya. Walaupun itu penghasilan kotor tetap saja penghasilan bersihnya masih besar.

Tapi kalau kita tanya-tanya atau kita dengar pengakuan mereka, uang segitu tentunya means nothing to them. Belasan tahun yang lalu, kalau gak salah itu di bukunya Pak Tung atau siapa gitu saya lupa, mereka pasang tarif utamanya bukan karena ingin mencari uang, melainkan supaya ilmu mereka bisa lebih dihargai, karena nature-nya manusia itu cenderung take things for granted, kurang bisa menghargai sesuatu yang diberikan secara cuma-cuma alias gratisan termasuk ilmu.

Pendek kata, bagi orang yang kaya harta dan kaya hati, harta bukanlah yang utama apalagi segala-galanya. Fokus mereka bukan lagi untuk mendapatkan, melainkan untuk memberi. Wong sudah punya, sudah auto pilot, pasive income-nya sudah mengalir dengan sendirinya, ngapain lagi masih nyari-nyari? 😅 Toh, kalau disimpan sendiri juga kan jadinya gak guna. Terlalu banyak untuk kita yang hidupnya hanya sebentar.

Mereka merasa senang bisa membantu sesama supaya berkehidupan lebih baik. Ketika mereka bisa membantu, ketika itulah mereka merasa hidup mereka berguna. Ketika uang dan ilmu yang mereka bagikan bisa membantu orang-orang untuk berkehidupan lebih baik, ketika itulah mereka merasa bahwa uang dan ilmu mereka itu berguna. Dengan berbagi, mereka merasa bahwa hidup mereka lebih bermakna. Pengakuan salah satu di antaranya ini: pengakuan David

Jika kita merasa hidup kita suram, hidup kita hampa, tidak berguna dan tidak bermakna, bisa jadi hal itu mengindikasikan bahwa kita belum banyak berkontribusi bagi kehidupan masyarakat. Jika kita ingin memiliki hidup yang lebih berguna, lebih bermakna dan lebih bahagia, kita bisa membantu orang-orang dengan membagikan apa yang kita miliki supaya mereka berkehidupan lebih baik, kita bisa menjadi lokomotif perubahan yang positif, kita bisa bekerja untuk menaikan level kesadaran dan frekuensi orang-orang. Semakin banyak orang yang bisa kita bantu, semakin besar pula kebahagiaan yang dapat kita rasakan. 

Saya merasakan apa yang David rasakan, salah satu kebahagiaan tertinggi saya adalah dapat berkontribusi aktif di masyarakat dengan berbagi apa yang dititipkan kepada saya supaya bisa membuat perubahan yang positif tanpa melupakan diri saya sendiri. Ya, melihat sesuatu yang tumbuh dan berkembang itu menyenangkan. Bekerja sesuai bakat dan minat itu menyenangkan. Apa keuntungannya?
1. Kita bisa mengerjakan apa yang kita sukai sekaligus mendapatkan bayaran.
2. Kita gak mudah merasa lelah dan merasa jemu melakukan pekerjaan kita karena kita memang menyukainya.
 3. Kita merasa senang karena bisa mengekspresikan diri kita secara otentik, gak perlu berpura-pura untuk menjadi orang lain.
4. Kita bisa bertemu dengan orang-orang yang serupa dengan kita lalu bermain bersama.
5. Kita merasa hidup lebih hidup.

Heidegger sendiri mengatakan bahwa hal yang membuat hidup kita jadi bermakna adalah keterlibatan aktif kita dengan yang lain di tengah-tengah dunia sebagai pribadi yang otentik. John Dewey dan Ki Hajar Dewantara pun mengatakan bahwa dalam kehidupan demokrasi kita memang perlu berpartisipasi aktif sesuai dengan bakat dan minat kita. Supaya kehidupan demokrasi berjalan dengan lancar dan menyenangkan, orang-orang memang perlu mengenal diri sendiri dan bekerja sesuai jalan/dao/bakat alaminya. 

Kalau rejeki kita seret atau sulit sukses, coba tanyakan hal ini kepada diri kita sendiri...
Apa niat saya bekerja sudah benar?
Untuk siapa saya bekerja?
Apakah cara kerja saya sudah benar?
Apakah bidang pekerjaan yang saya ambil sudah tepat?
Apakah bidang yang saya ambil sesuai dengan bakat dan potensi saya?
Apakah pekerjaan yang saya lakukan membuat hidup saya bahagia dan bermakna?
Apakah Tuhan ridha dengan pekerjaan yang saya lakukan? 
Bagaimana jika saya mati ketika melakukan pekerjaan ini?
Apa yang akan saya lakukan dengan harta saya nantinya? Apakah saya bisa amanah dengan semua itu?

InsyaAllah kalau niat, cara dan bidang yang kita ambil tepat dan gak bertentangan dengan kehendakNya, pasti jalan kita akan dipermudah dan kita akan menjadi sangat sukses di kemudian hari. 

Sunday, 14 July 2024

Our thoughts = Our destiny

Salah satu inti dari ajaran Buddha adalah pengendalian pikiran. Ya kita memang perlu berhati-hati dengan pikiran kita karena pikiran kitalah yang akan mengarahkan kita pada tindakan atau pilihan yang akan kita ambil, lalu kumpulan dari pilihan itulah yang nantinya akan membentuk nasib kita. Kalau kita pernah mendengar ayat suci yang mengatakan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubahnya sendiri, hal itu bisa diartikan bahwa sebelum kita mengubah pikiran kita sendiri maka nasib kita pun tidak akan berubah. 

Kalau kita mau mengubah nasib kita menjadi baik maka kita perlu membuang semua pikiran lama yang tidak baik, jaga pikiran lama dan pasok pikiran baru yang baik-baik saja.

Ketika mendengar ada orang yang mengatakan  "Lebih baik menyakiti daripada disakiti," apa yang terlintas dalam benak kalian?

Bukankah itu termasuk pikiran buruk yang perlu kita buang ?
Bukankah pikiran yang seperti ini menandakan bahwa kita tidak mengenal diri kita sendiri yang sejatinya satu dengan yang lain? 
Dengan menyakiti yang lain, sama saja kita menyakiti diri kita sendiri (disakiti oleh diri sendiri), karena apa pun yang kita lakukan kepada yang lain akan kembali lagi ke kita seperti bumerang. 
Pikiran seperti ini juga menandakan bahwa kita punya ketakutan atau kecurigaan yang buruk pada yang lain.
Nah, karena takut disakiti, makanya kita curi start untuk menyakiti duluan. 
Turunan dari pikiran seperti ini adalah...
Daripada diselingkuhi makanya kita selingkuh duluan.
Daripada dikhianati makanya kita mengkhianati duluan.
Daripada ditinggalkan makanya kita meninggalkan duluan.
Daripada ditolak makanya kita menolak duluan.
Daripada direndahkan makanya kita merendahkan duluan.
Daripada ditindas makanya kita menindas duluan.
Daripada diserang makanya kita menyerang duluan. 
Nauzubillah min dzalik.

Jika kita memiliki pikiran seperti itu, kasihan pasangan kita. Kenapa? Karena kita berpotensi besar untuk menyakitinya tanpa merasa berdosa. Kenapa tanpa merasa berdosa? Karena kita berpikir bahwa dia juga akan menyakiti kita namun keburu didului saja oleh kita. 
Padahal, belum tentu dia mau menyakiti. Belum tentu dia mau mengobjekkan atau menjadikan kita korbannya.

Ada sebuah cerita...
Seorang lelaki berselingkuh karena takut diselingkuhi.
Padahal ketakutannya tidaklah nyata, dia hanya ditipu oleh pikirannya sendiri. 
Si perempuan yang tidak bersalah ini menjadi korban tuduhan dan pengkhianatan dari si laki-laki.
Apakah si laki-laki itu merasa bersalah? Tentu saja tidak, karena dia berpikir bahwa ini hanya masalah dulu-duluan saja. Kalau bukan dia yang melakukannya sekarang, ya perempuan itu yang akan melakukannya nanti. 
Memang ada orang baik yang bisa berubah menjadi jahat di kemudian hari, akan tetapi ada juga loh orang yang konsisten baik bahkan progresif di sepanjang hidupnya.
Lagipula, keadaan yang sama belum tentu direspon sama oleh orang yang berbeda. Sejarah kelam kita dengan yang dulu atau sejarah kelam orang-orang lainnya, belum tentu terulang kembali atau terjadi kepada kita. 
Ada kok orang yang bisa mikir, mengontrol diri dan menentukan pilihannya dengan baik. 
Gak sama seperti yang dulu-dulu, gak sama seperti orang-orang kebanyakan.

Jika kita ingin menjadi orang yang baik, kita perlu membersihkan pikiran-pikiran yang buruk seperti "Lebih baik menyakiti daripada disakiti". Kita perlu mereset dan memprogram ulang otak kita. Semua pikiran buruk yang bersumber pada ketakutan yang tidak nyata, yang membuat orang lain jadi merasa insecure, terancam, takut, dalam bahaya atau tidak aman ketika bersama kita lebih baik dibuang semua.

Jika kita mengakui bahwa Islam adalah agama kita, sudah selayaknya kita berusaha untuk membawa atau menciptakan kedamaian di dunia ini. Bukannnya malah membuat diri kita maupun yang lain jadi merasakan hal yang sebaliknya. Islam itu sendiri kan berasal dari kata "salam", "As-Salmu berarti damai atau kedamaian.

Saya juga tidak membenarkan pikiran "Lebih baik disakiti daripada menyakiti," karena saya tidak mau mengizinkan diri saya untuk didzolimi oleh siapa pun. 
Akan tetapi, setidaknya pemikiran yang kedua ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan yang pertama karena bisa mencegah kita untuk menjadi orang yang dzolim. 

Selain "lebih baik menyakiti daripada disakiti," kira-kira apalagi pikiran-pikiran buruk yang sebaiknya kita buang agar nasib kita dan yang lain menjadi lebih baik?