Besarkan hati, luaskan pikiran.
Ikatlah nafsumu, bukan calon korbanmu.
Ernflaw
Ernflaw
Saya nggak pernah tertarik untuk melahap novel ataupun cerpen sampai habis, sampai suatu ketika, secara nggak sengaja saya melirik karya Mbak D yang terselip di lantai dua Perpustakaan Pusat kampus saya tahun 2012 silam. Dari judul dan covernya aja buku itu sudah bicara dan memikat hati saya. As usual, first impression saya nggak meleset. Cita rasa buku itu memang otentik dan bikin saya mindgasm karena banyak alasan. Tapi, saya berusaha untuk nggak mengagumi dan menyanjungnya secara berlebihan. Sebagaimana Sapardi Djoko Damono yang senantiasa tampil low profile dengan warna-warna Bumi-nya, saya pun ingin mencintai sesuatu dengan sederhana. Dua sobat kental saya sih bilang kalau saya ini obsesif, tapi saya ngerasanya biasa aja. Toh, saya nggak pernah niat ngukir nama pujaan hati saja secara permanen di dada kayak Johnny Depp; atau ngintilin dia ke mana-mana, ngunyah ampas permen karet bekas dia, bikin patungnya dari situ, lalu nyembah-nyembah itu patung secara sembunyi-sembunyi kayak Helga G. Pataki kepada Arnorld yang berkepala bakso gepeng itu.
Saya nggak peduli dengan kehidupan pribadi si penulis yang katanya gelap bak malam tak berbintang. Adalah keterserahan bagi dia untuk bagaimanakan pikiran dan tubuhnya. Toh, dia sadar konsekuensi dan nggak maksa yang lain untuk ngikutin dia juga. Saya apresiasi sisi positifnya aja dan memaafkan sisi negatif yang dosanya personal itu. Saya suka cara berceritanya yang lepas landas, ekspresif tapi nggak murahan, dan permainan diksinya yang jenaka sekaligus thought-provoking.
Semalam, ceritanya saya mimpi bertemu dia di sebuah gedung perpustakaan tua berwarna madu yang bernuansa klasik macam tempat Carrie Bradshaw batal nikah sama si dandy Mr. Big. Dia pakai singlet hitam, sibuk mondar-mandir, ngurus sesuatu sambil menghisap sebatang rokok putih yang terselip di sela jemarinya yang jenjang sesekali. Di mejanya ada segelas red wine dan lighter kecil ber-casing batu alam seputih salju yang terukir cantik dan super elegan. Saya iseng minta fotonya, lalu dengan sigap dia pasang pose keren dengan kepercayaan diri maksimal. Saya sempet tertawa ringan dibuatnya. Nggak ada senyum yang mengembang saat saya membidik dari balik kamera powershot yang tiba-tiba ada di tangan saya, tapi wajah awet mudanya yang terasa familiar tetap sedap dipandang mata. Sejurus kemudian, dia berjalan ke sebuah rak, lalu ngasih unjuk saya sebuah buku berdebu dengan kertas yang sudah menguning dan penuh bercak kecokelatan di bagian tepinya. Buku usang itu berisikan draft cerpen-cerpen lamanya yang nggak pernah dipublikasi; kek cuma suaka untuk terapi kejiwaan dan konsumsi pribadi macam buku diary dengan format penulisan yang amat terstuktur tapi aksaranya berkaligrafi bak kitab kuno yang ditulis tangan dengan tinta celup dan bulu unggas gitu. Judul cerpennya aneh-aneh, tapi menarik sebagaimana khas dia. Lalu, kita ngobrol-ngobrol seru di sana tentang kesamaan yang kita geluti.
Sebelum saya beranjak pergi dan bersua dengan teman-teman lawas saya yang nggak saya ketahui lagi bagaimana kabarnya karena lost contact, saya sempat berkata santai gini ke dia, “Menurutku, penulis yang sukses itu yang bisa menginspirasi pembacanya untuk menulis juga. Mba ini seakan begitu menikmati dan bangga dengan profesi Mba sebagai penulis, sehingga aku pengen nulis juga.”
“Ya,” ujarnya sambil manggut-manggut dengan air muka yang tenang dan searif Dalai Lama. “Kenikmatan itu muncul ketika kita bisa mencipta karya yang baru dan berguna. Tapi penulis nggak mengubah pembaca lho, dia cuma menginspirasi pembacanya untuk berubah.”
Usai berjumpa Mbak D, lagi-lagi saya mimpiin pemuda flamboyan bertampang psikopat yang ngakunya sudah tobat tapi saya nggak percaya namun tetap perlu didukung itu. Ada kesamaan antara dia dengan Mbak D. Seperti Mbak D, dia pun bisa memancarkan pesona lewat setiap pilihan non-verbal yang tepat. Mungkin karena alasan itu saya bisa langsung jatuh cinta pada keduanya sejak pandangan pertama. Tanpa inner beauty, semahal apa pun perawatan tubuh itu nggak menarik.