Friday, 16 May 2025

Jangan Kegeeran

Dunia ini ibarat sekolah. Selama kita masih hidup, artinya masih ada pelajaran yang belum kita ambil, masih ada ujian teori dan ujian praktek yang belum kita tuntasin.
Masih ada remedial yang menanti seandainya kita gak mudeng-mudeng dan gak lulus-lulus di pelajaran tertentu.

Sebenarnya, materi dan ujian manusia itu-itu aja. Ngulang-ngulang terus. Orang yang pinter bakal cepet nangkep pelajaran yang dikasih dan banyak belajar dari para alumni terdahulu baik yang sukses maupun yang gagal sehingga dia bisa lulus tanpa menemui kendala yang berarti, tanpa harus menjalani tes remedial lagi dan lagi. Makanya, di Islam, pentingnya belajar itu ditekankan banget.

Apa sih ujian yang sering kali bikin manusia gagal? Banyak. Di antaranya, ujian kesombongan. Sering kali manusia itu mandang bahwa dirinya sudah baik, padahal zonk. Pas dites, ujian teori dan prakteknya 0. Gak ada yang ceklis. Ya kita juga pernah kaya gitu kan pas SMA dulu? Ngerasanya sudah paham materi dan praktek bener, yakin bakal lulus ujian dengan nilai yang bagus. Gak tahunya harus remedial. LOL.

Supaya bisa lulus ujian kesembongan terutama kesombongan spiritual, kita harus sering-sering belajar, bergaul dan introspeksi. Jangan merasa sudah dekat dengan Tuhan padahal masih suka maksiat, masih lalai, masih pilih-pilih dalam ngikutin perintahNya dan ninggalin laranganNya. 

Di medsos saya acap kali nemuin orang-orang halu yang ngaku sudah dekat dengan Tuhan, ngaku-ngaku sudah terbang ke langit yang sangat tinggi. Dia bilang bentuk langit itu mengerucut dan bumi kelihatan sangat kecil. Bahkan hampir gak kelihatan lagi seperti debu.

😅

Yang begitu biasanya orang yang baru belajar tentang alam lahut, jabarut, malakut dan nasut. Entah dah dia beneran ke sana atau cuma halu sesuai imajinasi yang ada di otak dia aja tentang hal itu.

Bro sist, secara teori, yang dimaksud dengan langit tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dalam Islam itu adalah Surga Firdaus. Ciri-cirinya jelas kek mana. Buat ke sana, kita harus ngelakuin amalan penghuni Surga Firdaus secara konsisten. Ciri-ciri penghuninya tuh jelas kek mana, di antaranya benar-benar beriman, amanah, sholatnya khusyuk dan menjaga diri dari zina. In short, semua itu ada ilmunya. Ilmunya jelas dari Al Qur'an dan hadits. 

Ini... Sholat juga kagak. Lihat tuh sosmed, isinya aja masih aurat semua sama followers palsu. Mana masih pacaran lagi. Udah mencapai kesadaran Tuhan? Halu. Sayang? Sayang kok tega ngajak maksiat? Sayang kok tega jadi penyebab orang lain kena adzab? Sangat kontradiktif dan gak logis. Kalau ngambil kelas logikanya Pak Hayon pasti remed.
 
Sementara, orang lain ada yang benar-benar khusyuk sholatnya, benar-benar menjaga kesucian dirinya termasuk pandangannya supaya pasangannya gak sakit hati, sedekah sampe triliunan, mati-matian kerja keras untuk berangkatin haji orang tuanya, rawat ratusan ODGJ, memuliakan pasangannya, nyebarin ilmu dengan giat ke ribuan bahkan jutaan orang, bangun masjid, bangun banyak sekolah, bangun rumah sakit, bangun panti asuhan dan panti jompo, bikin hutan, beli tanah yang luas buat konservasi alam, dlsb. Tapi mereka santai aja, gak kegeeran. Bahkan, mereka merasa bahwa semua itu belum cukup baik. 

Sombong? Enggak. Mengharap pengakuan atau puji-pujian? Enggak. Karena mereka sadar, yang ngejaga mereka dari maksiat adalah Allah, sesuai doa setelah tahajud. Yang nunjukin diri ke jalan yang lurus juga Allah, sesuai surat Al Fatihah. Yang ngasih rezeki dan memampukan mereka untuk berbuat baik juga Allah. Mereka gak punya apa-apa, semuanya dari Allah. Mereka cuma menjalankan amanah Allah aja. Mereka pake rejeki/berkat Allah sesuai perintah Allah. Disuruh jaga pandangan ya jaga. Disuruh menyebarkan ilmu ya nyebarin. Disuruh jaga bumi/lingkungan hidup ya jaga. Disuruh sedekah ya sedekah. Disuruh berbakti ya berbakti dlsb. Nah, salah satu ciri penghuni Surga Firdaus ya itu tadi, orangnya amanah. Gak nyelewengin rezeki dari Allah untuk berbuat dosa, termasuk badan mereka sendiri pun mereka jaga dan gunakan sesuai amanah Allah.

Kita jangan merasa atau ngaku-ngaku kenal sama Allah selama kita masih gemar maksiat dan amal baik kita masih minus bangetlah, malu. 
Terus belajar dari sumber-sumber yang valid. Pelajari Al Qur'an, pelari hadits shahih, belajar dari ahlinya yang memang kredibel. Jangan belajar dari dukun berkedok kyai kampung yang suka ngilmu aneh-aneh. Kebal inilah, kebal itulah, bisa buka mata batin dan baca pikiran orang lah. Bisa jadi dia juga cuma dengerin bisikan jin.
Mending juga baca diri sendiri daripada baca pikiran orang lain biar lebih kenal diri dan kenal Allah. Baca Al Qur'an, hadits, hukum Islam, sejarah Islam dlsb jauh lebih berguna daripada bacain pikiran orang lain biar wawasan tentang kita luas dan terbuka, biar kita gak ber-IQ jongkok, biar kita gak jadi SDM bermutu rendah yang gak produktif.

Lagipula, pikiran orang lain adalah privasi orang itu. Gak usah kepo, gak usah lancang baca-baca rahasia orang lain tanpa ijin. Belajar hargai privasi dan boundaries orang lain. Jangan seenaknya nerapin ilmu terawang aneh-aneh bin gak penting. Belajar ilmu yang penting-penting aja, yang jelas berguna. Ilmu parenting kek biar bisa jadi orang tua yang bertanggung jawab, botani kek, bioteknologi kek, kedokteran kek, teknologi kek. Biar bisa nolong banyak orang, biar gak kesulitan cari uang dan gampang handle masalah. Biar negeri kita ini maju, bisa menghasilkan hal-hal yang berguna dan bermutu tinggi untuk makhlukNya dalam sekala besar secara jangka panjang.


Terus introspeksi dan perbaiki diri tanpa henti. Terus beramal baik sebanyak-banyaknya, seikhlas-ikhlasnya. Jangan merasa lebih baik atau sudah baik, jangan sok atau kegeeran. Tetap Istiqomah dan rendah hati.


Di akhirat nanti yang akan memberi kesaksian adalah amalan kita, aksi nyata kita di dunia nyata untuk diri sendiri dan sesama. Jangan cuma merasa sudah sadar atau sudah dekat dengan Tuhan tapi aksinya nihil, amalan baiknya di dunia nyata gak ada bahkan minus.
Waktu ditanya siapa Tuhanmu kita gak bisa jawab.
Waktu ditanya siapa nabimu kita gak bisa jawab.
Waktu ditanya apa kitabmu juga kita gak bisa jawab.
Karena apa? Karena selama hidupnya hanya menuhankan dan mengikuti ego.
Gak berpedoman pada Al Qur'an dan hadits tapi ngikutin kehendak, pemikiran dan perasaan sendiri. Hidup semau gue, suka-suka gue. Yang penting gue suka, enak, seneng, sehat, aman, damai, nyaman dan selamat sendiri. Yang lain lalai, bodoh, sakit, menderita, kelaparan, butuh bantuan dll gue bodo amat padahal gue bisa bantu dan diberi amanah lebih berupa kecerdasan atau apa pun itu.
Naudzubillah min dzalik.

Kita gak pantes sok tahu, sok tinggi atau sok alim dengan menghakimi bahwa orang lain belum sampai di level kita atau gak selevel sama kita. Kelebihan itu adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan, bukan alasan untuk menyombongkan diri dan merendahkan yang lain. Kalau kita merasa lebih sadar ya doakanlah yang belum, edukasilah orang-orang dengan cara yang bisa diterima oleh masyarakat. Lagipula, selama hidup, identitas kita itu belum final.
Bisa jadi mereka yang kita pandang rendah, kita pandang hina atau gak level itu punya banyak kebaikan yang kita gak tahu. 
Kalau pun dia sering maksiat saat ini, roda itu muter. Bisa jadi dia jauh lebih baik daripada kita, sementara kita jadi jauh lebih parah daripada dia supaya kita berhenti maksiat batin, gak belagu lagi. Naudzubillah min dzalik.

Yang bisa nilai level kita di mana itu cuma Allah. Kita bakal ditempatkan sesuai dengan level kita masing-masing nanti, di akhirat. 
Di surga tertinggi atau di neraka terbawah itu cuma Allah yang bisa nilai dan mutusin sesuai hasil ujian kita. 
Di ujung akhirat nanti baru akan ketahuan level kita yang sebenarnya ada di mana. 

Gak penting kita keturunan siapa, punya apa, bisa apa atau diperlakukan oleh orang lain seperti apa. Gak penting kita bisa terbang, nembus tembok, teleport, jalan di air, kebal patokan ular berbisa, kebal bacokan, kebal api atau bisa makan beling yang gak ada gizinya itu. Yang penting itu bagaimana niat dan cara kita hidup. Kalau niat kita sejak awal adalah ridho Allah dan kita merahmati (mencintai dan memuliakan) semua ciptaan Allah termasuk diri sendiri, kita gak mungkin menempuh jalan atau cara-cara yang diharamkan olehNya. Kita gak mungkin kurang ajar, pake rezeki yang Allah kasih untuk bermaksiat sama Allah. Kita gak bakal kepikiran untuk menyakiti, mempermainkan, membodohi, membohongi, mengkhianati atau memperlakukan makhlukNya termasuk diri sendiri dengan buruk. Kepikiran aja kagak, apalagi ngelakuin beneran.

Saya sering kali ketemu keturunan bangsawan, ketemu orang yang punya banyak uang, usaha dan properti, ketemu orang yang bisa melakukan banyak hal tapi tingkah lakunya tidak mencerminkan apa yang mereka nilai dan rasakan tentang diri mereka sendiri. 
Nabi Muhammad SAW bilang, sebaik-baiknya manusia adalah yang paling baik akhlaknya, yang paling bermanfaat hidupnya.

Lah iya emang kita ke surga bukan karena amalan kita tapi karena keridhoan dan rahmat Allah. Pertanyaannya gini deh, gimana mungkin sih Allah ridho dan mau merahmati kita jika kitanya aja gak merahmati semua ciptaanNya termasuk diri kita sendiri secara nyata selama kita hidup di dunia?

Kan jelas bunyinya gini: