Misalnya, dalam hal rejeki.
Namun kenyataannya?
Nasib memperlihatkan cacatnya pikiran kita.
Menampar tepat di wajah, menyadarkan betapa pongahnya pernyataan tersebut.
Kita lupa bahwa Dia-lah yang berkuasa, Dia-lah yang menentukan. Bukan kita.
Kita merasa bisa menentukan rejeki kita.
Nyatanya? Rejeki tak tergantung gelar, fisik, relasi maupun nasab.
Nyatanya? Usaha tak selalu lancar.
Nyatanya? Niat tak selalu mulus.
La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil azhimi.
Namun, ada kalanya juga rejeki datang dari arah yang tak disangka-sangka.
Walaupun kita berpikir tidak mungkin, tiada yang mustahil jika Dia berkehendak.
Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu.