Saturday, 30 March 2024

Forgive Them

Kepribadian kita hari ini tentunya tidak lepas dari pengaruh orang tua, bagaimana tidak? Genetik dan didikan primer kita saja berasal dari mereka. 

Jika orang tua kita pernah memberikan contoh atau didikan yang buruk, jika orang tua kita pernah menyakiti dan meninggalkan luka batin yang mendalam, maafkanlah mereka.

Jika orang tua kita selalu menghukum kita dengan keras sehingga kita takut mencoba dan mudah berbohong ...
Jika orang tua kita cenderung membanggakan diri sendiri sehingga kita ikut-ikutan ...
Jika orang tua kita sering meremehkan sehingga kita menjadi minder ...
Jika orang tua kita sering menyalah-nyalahkan sehingga kita merasa gagal dan membenci diri sendiri ...
Jika orang tua kita sering menegur kita di depan umum sehingga kita merasa malu untuk berhubungan dengan yang lain ...
Jika orang tua kita sering melakukan silent treatment sehingga membuat kita tersiksa ...
Jika orang tua kita kasar sehingga kita kasar ...
Jika orang tua keras sehingga kita cenderung menjadi pemberontak yang suka melawan ...
Jika orang tua kita sering menakut-nakuti kita dengan hantu sehingga kita menjadi pengecut ...
Jika orang tua kita cenderung controlling sehingga kita menjadi pasif dan kurang inisiatif ...
Jika orang tua kita terlalu cemas dan posesif sehingga kita cenderung menjaga jarak dengan orang lain ...
Jika orang tua kita demanding dan suka membanding-bandingkan sehingga kita menjadi kompetitif dan cenderung pamer ...
Jika orang tua kita kerap memuji secara berlebihan sehingga kita menjadi angkuh dan terlalu percaya diri ...
Jika orang tua kita terlalu memanjakan kita sehingga kita menjadi payah dan tidak mandiri ...
Jika orang tua kita selalu mengalah dan memberikan apa yang kita mau sehingga kita menjadi egois dan mau menang sendiri ...
Jika orang tua kita selalu membela kesalahan kita sehingga kita bersikap seenaknya ...
Jika orang tua kita tidak mengajarkan kita tentang ketulusan sehingga kita menjadi oportunis ...
Jika orang tua kita membiarkan kita terlalu bebas sehingga kita lalai dan melewatkan banyak kesempatan emas untuk belajar dan mengasah potensi kita dengan arahan yang tepat sedini mungkin ...
Jika orang tua kita terlalu cuek sehingga kita merasa tidak berharga dan tidak dicintai ...
Jika orang tua kita pilih kasih sehingga kita haus perhatian dan melakukan hal-hal yang buruk sebagai bentuk protes untuk mencari perhatian ...
Jika orang tua kita tidak memenuhi tangki cinta sehingga kita merasa kosong dan mencari pemenuhan dengan berpacaran ...
Jika orang tua kita memandang bahwa maksiat itu wajar sehingga kita terjerumus dalam jurang kegelapan ...

Maafkanlah mereka, karena semuanya telah terjadi.
Maafkanlah mereka, karena mereka tidak sepenuhnya salah.
Maafkanlah mereka, karena mereka pun adalah bentukan dari orang tua mereka yang kurang sadar.
Maafkanlah mereka, karena kita bisa memilih untuk memaafkan mereka.

Nyatanya, menjadi orang tua yang baik bukanlah suatu hal yang mudah.
Semua itu perlu ilmu dan kesabaran yang luas.
Sadari juga bahwa sebagai anak, kita kerap melakukan banyak kesalahan berulang yang memicu respon negatif dari orang tua kita.
Andai saja posisinya di balik, belum tentu kita dapat menjadi lebih baik daripada mereka.

Tugas kita sekarang adalah menjadikan semua kesalahan orang tua kita sebagai pembelajaran untuk menjadi orang tua yang lebih baik. 
Jangan pernah mengharapkan orang lain untuk hadir dan membereskan hasil didikan orang tua kita yang kurang beres, itu bukan tanggung jawab mereka.
Kitalah yang harus membereskan semuanya sendiri sebelum menjadi pasangan dan orang tua bagi anak kita di masa depan. 
Jangan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama dengan mereka supaya kita tidak memakan korban lebih banyak -- supaya anak kita tidak menjadi korban dan menjadikan orang lain sebagai korban berikutnya. Forgive them, take the lesson. Be healed, break the cycle.


Tuesday, 19 March 2024

Divine Timing

Beberapa hari lalu di depan rumah ada anak kucing oren yang mengeong terus sepanjang hari hingga suaranya serak dan terdengar memilukan.
Anehnya ketika didekati oleh orang-orang, dia malah ketakutan dan memilih kabur, buru-buru menyembunyikan dirinya yang lemah ke dalam mesin mobil tetangga yang sulit digapai.
Terakhir tuh ada bapak-bapak yang bujuk dia untuk pulang bareng dengan lemah lembut tapi si oren tetap keras hati untuk hidup soliter, padahal keadaannya sudah memprihatinkan.
Akhirnya si bapak-bapak capek sendiri dan berputus asa, "Yaudah, kalau gak mau tak tinggal. Wes tak tinggal, ya."
Wajar sih si oren gak percaya sama yang lain, wajar dia takut disakiti.
Mungkin dia merasa dirinya gak berharga, gak layak untuk dicintai.
Wong ibunya sendiri menelantarkan dan menyakiti hatinya.

Belajar dari kucing, idealnya sewaktu kecil, anak memang dicukupkan akan hal itu (figur, cinta dan bonding bersama orang tua). Sehingga mereka bisa percaya pada cinta dan bisa membina hubungan yang sehat dengan yang lain di kemudian hari.
Pada banyak kasus yang saya amati, orang-orang yang bermasalah rata-rata punya hubungan yang kurang harmonis dengan orang tuanya semasa kecil, sama seperti si anak kucing. Mereka kekurangan figur, cinta dan bonding di fase awal kehidupan mereka. So they have a void inside their heart, they don't believe in love and they don't know how to love well because they weren't loved well enough by their parents. Yang begini kasihan dan obatnya satu, yaitu dicintai dengan tulus dan konsisten oleh orang yang sudah sembuh atau sudah mampu berdamai dengan dirinya sendiri termasuk masa kecilnya yang terluka dan orang-orang yang pernah melukainya di masa lalu. Tapi hubungan begini baiknya antara guru dan murid atau sejenisnya. Kalau menikah, baiknya sama pasangan yang sudah sama-sama sembuh karena energi kita dan pasangan kita akan menjadi satu. Kalau dia masih nyimpan banyak trauma, banyak luka, banyak energi negatif atau sifat-sifat yang buruk, maka hal itu akan terserap dan menular ke kita. Kalau kita begini, artinya kita tidak mengindahkan aturan agama dalam memilih pasangan, artinya kita dengan sengaja ingin mencelakai diri kita sendiri. Always remember that we have a responsibility of ourselves to God. Dari banyak kasus yang sudah-sudah, orang yang berusaha menolong orang yang belum sembuh hanya berujung pada kehancuran dan penderitaan. Alih-alih menyelamatkan, dia dan anaknya malah menjadi korban selanjutnya.


Back to the cat.

Sama seperti Peter Singer. Saya suka hewan, tapi gak mau punya pet, selucu dan sebaik apapun attitude-nya. Saya lebih suka hidup bebas dengan membiarkan mereka hidup bebas di habitat mereka masing-masing bersama sesamanya. Lagipula, saya gak tahan dengan kotoran hewan dan lebih suka hidup bersih. 
Yang hobi punya pet itu keluarga saya, bukan saya.

Terakhir adik saya pelihara kucing di rumah, pee and pup-nya itu di mana-mana, sementara hal itu kan tergolong najis berat. Belum lagi kebiasaan gigit-gigit, cakar-cakar, nabrak-nabrak atau jatohin barang, bulunya pun rontok dan bertebaran kemana-mana. Rumah jadi beraroma kurang sedap, kotor, dan agak berantakan. Barang-barang pun rusak dan waktu terbuang. Jadi gak bebas juga kan untuk bepergian ke luar untuk waktu yang lama dengan perasaan yang tenang, soalnya kepikiran dia sudah makan atau belum, bikin kekacauan atau tidak dll.

Tapi bukannya melihara kucing itu sunnah, ya?

Maksudnya, melihara yang seperti apa, ya?
Apa iya harus dipelihara di rumah dan diberikan treatment khusus?
Memang iya nabi punya hewan peliharaan berupa kucing di rumahnya?
Hati-hati gaes, hadits juga banyak yang lemah bahkan palsu. 

Saya mau kasih makan si kecil tuh kemarin karena gak tega, tapi eh gak punya apa-apa selain katsuobushi alias ikan cakalang serut untuk taburan takoyaki. Gak mungkin dia makan gituan doang.

Tiba-tiba teman saya si guru mandarin merangkap content creator kucing WA, nanya gini, "Di rumahmu banyak kucing liar ga?" Lalu dia nawarin berbagai snack, vitamin dan obat-obatan khusus kucing. Katanya stok dia kebanyakan di rumah.

Lah, bisa pas banget. Lumayan dah, gratis.

Memang benar kata orang-orang. "Everything you need will come to you at the perfect time."

Friday, 15 March 2024

Surga Firdaus

Sering kali kita mendengar kalimat pesimis dan putus asa orang-orang tentang surga. Mereka mengatakan bahwa diri mereka tidak pantas, orang lain tidak pantas, kira-kira aja, jangan berkhayal, gak apalah masuk neraka nanti bisa ketemu banyak artis, jangan minta surga yang terlalu tinggi nanti cobaannya berat dll. Naudzubillah min dzalik. Mending pada baca ini dulu dah ...

Hati-hati dengan pikiran kita teman-teman, karena pikiran kita sangat menentukan masa depan kita. Kalau standar kita rendah, maka perilaku kita akan rendah. Kalau standar kita tinggi/ideal, maka kita akan menjadi pembelajar abadi yang terus-menerus berjuang untuk memperbaiki diri, bertumbuh dan berkontribusi positif tanpa henti. 

Kita perlu berdoa supaya kita dilindungi dari keputusasaan terhadap rahmatNya, supaya kita tidak semakin jauh.
Seburuk dan sehina apapun masa lalu kita ...
Jangan pernah berprasangka buruk sama Allah.
Allah Maha Penyayang, Maha Pengampun.
Ingat kata Jean Paul Sartre, eksistensi mendahului esensi. 
Selama kita hidup, identitas kita belum final. 
As long as we're still breathing it's never too late to start a new beginning.

Kita memang cuma hidup sekali di dunia ini, tapi mengorbankan kebahagiaan sejati demi kesenangan sesaat yang diharamkan karena akan berdampak buruk bagi diri kita dan orang lain bukanlah keputusan yang logis dari akal yang sehat.

Tuhan tidak memberikan kita intuisi, akal, hati nurani dll untuk disia-siakan.
Tuhan tidak menurunkan petunjuk yang sangat jelas dan mengutus para manusia terbaikNya untuk kita sia-siakan.
Dia ingin agar kita memenuhi janji sebagai hambaNya dan umat Nabi Muhammad SAW yang beriman dan bertaqwa supaya kita bisa hidup selamat dunia akhirat.

Apabila kita semua diberi kesempatan untuk tinggal di surga tertinggi yaitu Surga Firdaus yang terdekat dengan Arsy Allah selama-lamanya bersama para manusia terindah dan terbaik, mengapa tidak?

Bukannya sombong, bukannya tidak tahu diri, bukannya tidak kira-kira. Meminta Surga Firdaus ada haditsnya, Allah yang mengutus ahli surgaNya untuk menyampaikan hal tersebut kepada kita, menghimbau kita untuk meminta hal tersebut kepada Allah. Kalau kita mau merasakan surga bahkan sebelum mati, tentu panutan kita adalah ahli surga. Bukan yang lain. Bukan pula pasangan kita.

Alih-alih bisa diharapkan, pasangan kita sering kali malah membuat kita merasa terpuruk dan memberikan teladan yang buruk. 
Karena bukan ridho Allah yang dicari melainkan ridho manusia, bukan utusanNya yang dijadikan panutan, bukan Al Qur'an dan hadits yang dijadikan petunjuk dan bukan Surga Firdaus yang dijadikan tempat berpulang.
Naudzubillah min dzalik.

Memang benar bahwa jika kita terlalu cinta dan terlalu berharap pada selainNya maka kita akan dibuat sekecewa mungkin supaya kita bertobat, yaitu menyadari bahwa kita salah (terlalu cintai dan berharap pada selainNya), berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama dan kembali padaNya seutuhnya. 
Segala hal yang terjadi pada hidup kita memang bermuara ke situ, untuk menyadarkan kita bahwa Dialah satu-satunya yang paling layak untuk dicintai dan dijadikan harapan.
Jalur tercepat supaya kita kembali padaNya adalah kita dibuat patah hati pada selainNya yang paling kita cintai. Entah itu orang tua, sahabat, pasangan kita, bisnis kita, harta kita atau hal lain.

Tapi sadar bukanlah akhir, kesadaran bukanlah segalanya, menjadi orang yang sadar atau tercerahkan bukanlah achievement tertinggi. Sadar dan yakin itu baru permulaan atau modal awal untuk memulai kehidupan yang baru sebagai manusia baru.
Lihatlah betapa banyaknya kaum intelektual atau spiritualis yang "merasa punya" kesadaran tingkat tinggi namun praktek hidupnya begitu memprihatinkan. Alih-alih membumikan kesadaran malah mengagung-agungkan kesadaran sendiri dan merendahkan level kesadaran yang lain. Alih-alih sibuk menghidupi kesadaran, malah sibuk bermain dengan kata-kata di alam pikiran bahkan untuk perdebatan yang sia-sia.


Yang sulit itu bukan mencapai kesadaran tertinggi, yang sulit itu bukan mencapai pencerahan.
Akan tetapi, hidup berkesadaran secara konsisten. 
Kesadaran yang tinggi harus tercermin pada tindakan sehari-hari yang sesuai perintahNya dan sunnah. Dari cara duduk, cara minum, cara makan, cara tidur, cara dagang, cara bergaul, cara jaga kesehatan rambut, segalanya-galanya dilakukan dengan sadar secara konsisten.
Inilah yang menjadi tantangan terbesar, sebab semua itu perlu ilmu yang luas dan keteguhan hati yang kuat. Adapun lingkungan masyarakat yang majemuk menerapkan aturan bersama yang sering kali tidak sesuai dengan keyakinan kita. Mau tidak mau, kita hanya bisa memilih lingkungan yang paling toleran atau paling mending, yang bisa memberikan kita ruang seluas mungkin untuk menerapkan apa yang kita yakini di akhir zaman ini.

Jika Allah mengizinkan kita ke surga FirdausNya, maka kita akan dipandu dan dipermudah untuk pergi ke sana. Kita akan diberitahukan dan dibiasakan dengan amalan dan karakter para penghuni Surga Firdaus. Kita akan sering menemukan hadits-hadits dan ayat-ayat Al Qur'an yang menunjukkan hal tersebut, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Contohnya yang seperti ini:

Saya masih ingat bahwa saya pernah berdoa untuk dimasukkan ke Surga Firdaus sewaktu kecil. Pernah juga minta agar masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Entah mengapa saya teringat doa itu kembali sekarang. Lumayanlah sebagai motivasi saat iman melemah, penguat saat memerangi godaan setan dan fitnah akhir zaman. 

Yang menjadikan surga itu nikmat sebenarnya bukanlah surga itu sendiri, melainkan kualitas batin kita. Di saat kita mampu mencintaiNya secara utuh, maka kita akan mencintai segala sesuatu tentangNya dan apapun yang Ia berikan. Semakin dalam dan semakin besar cinta kita, semakin luar biasa apa yang kita rasakan. Dikasih mata untuk melihat saja rasanya sudah sangat bahagia, apalagi yang lebih dari itu seperti dapat memandang wajahNya. Kebahagiaannya tentu tak terkira, tiada tara, tak mampu terlukiskan oleh kata-kata.

Cita rasa surga bisa kita rasakan sebelum mati di saat kita benar-benar mencintaiNya, yaitu di saat kita dapat menerima dan mensyukuri segalanya dengan pemahaman yang utuh. Yang ada hanya kebaikan, keindahan dan kesempurnaan. Tak ada lagi rasa cemburu, sebab di hati kita hanya ada Allah. Jika Allah sudah memenuhi hati kita, apalagi yang masih kita inginkan? Dia adalah segala-galanya, segala-galanya adalah Dia.

Soekarno pernah bilang bermimpilah setinggi langit, langit tertinggi yang bisa kita gapai adalah Surga Firdaus.

Mulai hari ini, berhentilah menerakakan diri sendiri dan orang lain. Kita semua (anak cucu Adam) diciptakan sebagai makhluk yang mulia, kita semua diberikan kesempatan untuk merasakan surga. Selama kita masih hidup, kita masih punya kesempatan untuk menjadi penghuni surga tertinggi dan yang paling utama yaitu Surga Firdaus.

Kalau bingung mau mulai dari mana, banyakin istighfar dan sholawat aja dulu. Jangan mau kalah sama iblis dan kroco-kroconya teman-teman. WE ARE BORN TO BE A CHAMPION!

Tuesday, 12 March 2024

Gambar-gambar

Ada kalanya kita penat dan perlu jeda dari kegiatan menuntut ilmu, sekali-kali kita butuh hiburan dan penyegaran. Saya sih cenderung males jadi penonton atau penikmat pasif ya, maunya bergerak atau membuat sesuatu ketika bosan dan butuh hiburan. I find happiness in doing and creating something. Biasanya sih olahraga, bikin cerita atau masakan baru (re-cook resepnya juara master chef). Cuma, saya lagi bosen dengan itu semua. Jadilah saya beli perlengkapan melukis dan mewarnai. Kebetulan, murid-murid tahun ini bakat seninya perlu banyak peningkatan. Untuk memotivasi mereka, saya harus bisa kasih contoh dong, masa iya ngajar art and craft juga tapi gak bisa kasih contoh.

Sebenarnya, keluarga mama saya adalah keluarga pelukis. Cuma saya gak sejago saudara saya yang lain, karena jarang berlatih. Saya jarang banget gambar apalagi melukis dan mewarnai, paling cuma sesekali aja ketika dibutuhkan. Misalnya, sewaktu ambil kelas komik Sandy Melviar beberapa tahun lalu, ketika jelasin materi atau bikin logo buat jualan. 

Saya bikin desain cuma pakai program sederhana seperti paint dan aplikasi dari play store. Males saya pake photosho*, ribet. Dulu iya saya suka pake photosho* buat bikin leaflet buku atau baliho acara-acara kampus. Sekarang sudah jarang.

Ini baliho pertama saya, hihi. Bedah bukunya Pak Eko yang suka ngajar pake baju bola dengan rambut gimbal dan mata merahnya guys.

Mungkin sudah saatnya saya mengasah bakat yang terpendam. Saya pelajari haditsnya sih boleh ya menggambar sesuatu, selama bukan makhluk bernyawa untuk disembah atau sesuatu yang memiliki unsur keharaman.