Beberapa waktu lalu, saya baca buku tentang Islam parenting, di situ ada pembahasan soal nama. Dua hari lalu pun saya diskusi sama teman-teman saya soal nama.
Saya tanya arti nama si a tuh apa ya, bisakah kita ganti nama dll.
Bertha si naga pun berargumen kalau ganti nama itu bisa aja cuma ribet setiap berurusan dengan hukum. Dia bilang, gak semua orang complicated seperti saya.
Nama hanyalah nama, gak harus ada artinya, ya orang tua namain anaknya begitu karena suka aja.
Saya dan Mala punya pendapat lain.
Nama yang diberikan orang tua tentunya memiliki arti dan harapan tertentu bagi si anak.
Si Mala pun browsing di internet, dan setiap nama yang bikin kami penasaran ternyata ada artinya.
Sampai pada akhirnya dia cari arti nama kami masing-masing.
Wah, yang ini sih aku gak sudi bacainnya, ungkap si Mala sambil tertawa.
Ternyata dia bacain arti nama saya yang saya sendiri baru tau saat itu juga.
Apakah nama saya sesuai harapan?
Apakah doa orang tua saya menjadi kenyataan?
Yang jelas, kita tentunya merasa bersyukur karena gak diberikan nama aneh yang memalukan, kita bersyukur karena orang tua kita memberikan hak kita untuk mendapatkan nama yang baik.
Soal empati sepertinya benar, cuma beberapa tahun ini saya belajar untuk bisa mengendalikan hal itu supaya tidak menjadi bumerang buat saya. Kalau kata Queen kan too much love will kill you. Gak semua hal perlu, boleh dan bisa kita intervensi. Saya belajar mengenal batas dan fokus pada hal-hal yang bisa saya kendalikan saja seperti filosofi Stoik. Mau bantu orang lain pun ya sesuai kebutuhan orang itu dan kemampuan saya saja, setelah pekerjaan saya sendiri selesai tentunya.
Saya gak butuh dinilai "baik banget" dengan bersikap baik secara berlebihan atau menjadi people pleaser, tapi bersikap sewajarnya aja sebagai manusia beradab yang punya hati.
Empath harus pinter-pinter ngukur kemampuan diri dan set boundaries untuk menjaga keseimbangan energinya. Kalau ngikutin rasa kasihan dan gak tega terus ya dia sendiri yang bakal hancur, bisa overthinking dan sakit-sakitan karena defisit energi untuk dirinya sendiri. Hidup sendiri malah berantakan ga karuan karena terlalu mikirin dan ngurusin hidup orang lain yang berada di luar kendali dia. Empath harus belajar mengasihani diri sendiri sebelum mengasihani orang lain, belajar tega membiarkan karma memberikan pelajaran kepada orang-orang agar mereka bisa mencapai kesadaran yang lebih baik mengenai diri mereka sendiri.
Sebagai guru, saya juga belajar selama bertahun-tahun untuk tahan dan tega melihat anak-anak didik saya berjuang sendiri menghadapi hal-hal sulit agar mereka terbentuk sebagai calon pemimpin masa depan yang memiliki semangat juang, tangguh dan mampu berdiri di atas kaki mereka sendiri.
Seperti kata Tan Malaka yang cukup sering dikutip oleh para mahasiswa FIB UI, terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk.
Kalau gagal, ya ubah sesuatu dan coba lagi, lagi dan lagi. Tidak manja, tidak cengeng, tidak dikit-dikit mengeluh, tidak merasa paling menderita, tidak merasa punya beban paling berat atau berpangku tangan pada orang lain karena hakikatnya hidup ini adalah tanggung jawab masing-masing. Gak harus nunggu mood, diawasi, dimotivasi apalagi dimarahi untuk menyelesaikan tanggung jawab.
Saya gak masalah dinilai kejam saat mendidik anak. Tanggung jawab adalah tanggung jawab, salah ya salah. Apapun alasannya, anak harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan kewajibannya. Kita gak bisa mendidik anak untuk menjadi disiplin, mandiri dan tanggung jawab kalau dikit-dikit gak tegaan dan dikit-dikit bantuin.
Di dunia parenting juga kita sama-sama belajar bahwa tugas kita sebagai orang tua bukanlah untuk mengikuti kemauan dan menyenangkan anak, tapi untuk mencetak generasi unggul yang bertanggung jawab. Peradaban bisa hancur jika generasi penerusnya hanya fokus pada hal-hal yang mereka sukai dan menyenangkan namun melupakan tanggung jawab mereka sebagai manusia beriman, beradab dan berilmu.
Game online, pornografi, narkoba, semua itu adalah contoh-contoh kesenangan bersifat candu dan bisa menghancurkan generasi muda secara laten karena bisa membuat mereka lupa untuk menjalankan kewajiban mereka. Banyak generasi muda yang bukannya belajar dan mengerjakan tugas malah keasyikan dengan game online hingga lupa makan, lupa mandi, lupa ibadah bahkan lupa waktu sampai bolos sekolah karena begadang dan ga punya sisa energi untuk belajar dengan fokus di pagi harinya. Hari gini, anak-anak harus dididik benar-benar untuk kritis dan bisa menguasai diri. Hal menyenangkan yang lebih banyak pengaruh negatifnya sebaiknya ditinggalkan, apalagi jika kemampuan menguasai diri masih rendah.
Tunaikan kewajiban dulu, baru menikmati hak. Bekerja keras dulu, baru menikmati hasilnya. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Ketika menikmati sesuatu pun harus tau batas, harus bisa ngerem. Enough is enough.
Nama Erin juga dikatakan menyukai perubahan dan variasi, ya itu benar adanya.
Hidup itu sendiri adalah soal perubahan dan variasi, murid saya sendiri berubah-ubah setiap tahunnya dan karakteristik mereka bervariasi, gak ada satupun yang sama. Materi pelajaran juga terus berubah dan bervariasi, sama halnya dengan kurikulum sekolah. Saya gak masalah jika harus belajar dan beradaptasi terhadap perubahan setiap tahunnya, saya justru senang bisa mengenal banyak hal baru termasuk tipe-tipe manusia.
Jadi guru itu harus siap ditinggal murid setiap tahunnya walaupun sudah bonding seintens itu pas lagi sayang-sayangnya. Gapapa juga sih ditinggal, toh bakal dapat murid baru lagi setiap tahunnya.
Selalu diberkati itu benar, saya merasa hidup saya dipenuhi keberuntungan dan orang-orang di sekitar saya pun mengatakan bahwa saya beruntung. Sebenarnya untung itu masalah pikiran dan pilihan juga sih. Teman saya si Maristan Marpaung pernah bilang gini, "untungnya... untungnya... Elo mah kalau cerita untungnya mulu."
Jadi seakan-akan beruntung terus, padahal mah cuma membaca skenario Tuhan secara positif aja. Kalau mau merasa beruntung terus kuncinya sederhana aja, yaitu maknailah segala sesuatu secara positif.
Memaknai suatu hal secara positif membuat kita mudah bersyukur dalam keadaan apapun.
Misalkan sakit, maknai aja kalau sakit tuh adalah berkat yang bisa menggungurkan dosa kita. Misalkan uang kita ketelen WC, ya bersyukur aja karena nominalnya gak lebih besar daripada itu. Di saat yang sama kita introspeksi untuk meningkatkan kesadaran dan lebih hati-hati.
Ketika mencoba the paragon test bulan lalu, saya mendapatkan hasil luck = blessed. Mala selalu mengingatkan saya supaya jangan sombong dan lebih peka dengan keadaan sekitar, dia bilang we are blessed to be a blessing to others.
Hidup yang damai itu bukan hidup tanpa perselisihan dan pertengkaran, semua itu tetap ada namun bisa kita selesaikan dengan baik-baik. Sehingga pada akhirnya kita bisa saling menerima, saling memaafkan dan gak menyimpan dendam, trauma atau luka batin lagi. Hati pun menjadi bersih dan lega.
Hidup yang damai itu bukan hidup tanpa masalah, tapi hidup yang bebas dari ketakutan pada selain Tuhan. Hidup yang damai itu adalah hidup yang selalu mengingat Tuhan dan berprasangka baik terhadapNya. Tuhan bersama orang-orang yang berani dan tenang jiwanya.
***
Saya gak cocok dengan orang yang tipe marahnya melakukan silent treatment dengan tujuan untuk menghukum.
Kan apa yang jadi masalah buat orang lain belum tentu jadi masalah buat kita, begitupun sebaliknya.
Silent treatment is the worst form of emotional abuse, sign of immaturity and poor communication skill.
Dalam hubungan, kalau satunya suka sengaja ngasih silent treatment, atau dua-duanya sama-sama suka ngasih silent treatment, besar kemungkinan hubungan itu bakal hancur.
Seperti kata seorang tokoh dalam film Noktah Merah Perkawinan, saling diam sama bahayanya dengan saling memaki.
Kalau butuh waktu untuk nenangin diri dulu ya bilang, jangan malah diem terus-terusan sampai lebih dari 3 hari.
***
Penjelasan dari nama Erin sebenarnya lebih banyak dalam bahasa Inggris karena yang bernama Erin umumnya adalah orang dengan ras kaukasoid.
Selain konsultan pendidikan, ahli Biologi, peneliti, penulis, inovator, pengusaha, papa saya juga ahli terminologi yang pernah menjadi senior editor berbagai ensiklopedia, kamus dan buku-buku pelajaran selama +- 20 tahun. Dia menguasai bahasa Latin yang kedudukannya ibarat filsafat dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. So, dia gak pernah sembarangan ngasih nama (selalu paham asal-usul dan maknanya), baik ke anak maupun ke berbagai inovasinya. Apa-apa selalu ditinjau tata bahasanya. Misalkan saya salah baca kata magnum dan Agnes, wah itu bisa dikuliahi panjang lebar.
"Manyum, bukan magnum. Anyes kan artinya anak domba bla bla bla..."
Tapi seingat saya, almarhum papa saya ga nyinggung apa-apa soal perdamaian sewaktu memilihkan nama untuk saya, yang saya ingat cuma gadis cantik dan puitis dari Irlandia atau tempat yang indah gitu. Akan tetapi, salah satu arti dari nama Erin adalah perdamaian dan saya lahir saat dunia ini sedang merayakan International Day of Peace dan World Gratitude Day.
Nama Erin juga diasosiasikan dengan warna hijau yang mana cocok dengan hari kelahiran saya yaitu hari penciptaan tumbuh-tumbuhan dalam Islam.
Bisa pas banget gitu ya? Saya juga gak habis pikir.
Saya beruntung diberikan nama yang baik. Saya juga senang bisa dilahirkan di hari yang sama seperti hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan hari turunnya Al-Qur'an. Di hari itu pula gerbang surga dibuka dan kita dianjurkan untuk berpuasa.
Saya memang menyukai kedamaian dan gak tahan berkonflik lama-lama dengan siapa pun. Yang saya fokuskan selama ini juga bukanlah kesenangan atau kenikmatan sesaat, akan tetapi kedamaian yang utuh. Oleh karena itu saya menyukai ketenangan, seni, alam bebas, tumbuh-tumbuhan, tempat-tempat asri yang tenang dekat air, small circle, private life, serta menghindari popularitas dan segala hal yang berpotensi merusak kedamaian hidup saya. Menjadi pusat perhatian atau sorotan banyak orang seperti artis/public figure bukanlah hal yang saya inginkan karena hal tersebut bisa menjauhkan saya dari kedamaian dan kebebasan.
Orang tua saya mengajarkan untuk hidup private. Semua kakak saya dikasih nama belakang papa saya tapi saya gak supaya identitas saya gak terlacak dan bisa hidup dengan damai. Katanya, seandainya para keturunannya dibantai, paling gak masih ada sisa ð. Yang background keluarganya sering bersinggungan sama para mafia pasti paham. Cuma buat saya ini agak berlebihan sih.
Untuk tempat tinggal benar bahwa saya menyukai tempat yang tenang, subur dan agak terisolasi. Tempat kerja saya yang mana adalah rumah kedua saya saat ini juga bukanlah kantor yang ramai dan gersang tanpa privacy, tapi sebuah ruangan yang cukup luas, tenang dan bebas saya tata sendiri. Yang saya temui setiap hari biasanya hanya para murid dan OG yang bersihkan kelas saya selesai jam mengajar. Kalaupun bertemu dengan guru lainnya, biasanya hanya papasan sekilas sewaktu saya berjalan ke toilet, ke ruang TU, antar anak turun ke lobi atau saat pulang kerja di parkiran para guru. Kecuali, ada diskusi, raker atau acara bersama. Biasanya saya makan siang bersama para teman dekat saya yang asik dan kocak-kocak—entah saya yang nyamperin ke kelas mereka atau mereka yang ke kelas saya.
Lingkungan di sini cukup hijau dan positif, dapat merangkul semua perbedaan. Walaupun berbeda-beda usia, suku, agama, karakter, hobi dan lain sebagainya, kami semua adalah satu keluarga yang saling menghormati dan mampu bekerja sama dengan baik. Gak ada ajang kompetisi atau sikut-sikutan di sini, karena posisi kami semua setara dan gak ada jenjang karir. Pekerjaan kami pun santai dan nyaman. In short, it's a nice place to work. Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.
Saya gak cocok dan gak pernah berminat untuk kerja di kantor yang sempit, berisik, toksik, terlalu materialistik, kompetitif, hanya duduk sepanjang hari dan ga memberikan waktu serta ruang untuk mengembangkan diri dan menyalurkan ide-ide saya. Yang ada saya stres dan cepet mati ðĩðŦðŠĶ
Bagi saya pekerjaan yang ideal itu bukan soal nominal atau gengsi, tapi soal memenuhi janji pada Yang Sejati. Soal mengikuti hati nurani, soal kenyamanan dan kepuasan batin. Kita bisa mati kapan aja dan saya mau mati dalam mencari keridhaan-Nya.
Menjadi guru anak-anak adalah salah satu profesi yang sangat sesuai dengan garis darah dan karakteristik saya, oleh karena itu saya mau berkomitmen dan loyal di sini walaupun ada-ada saja ujiannya.
Papa saya yang menghimbau saya untuk menjadi guru, karena saya dekat dengan papa sejak kecil sampai dipanggil "anak bapak" ya saya mau aja. Saya menolak tawaran kerja di tempat-tempat lain yang gaji dan gengsinya jauh lebih besar seperti MPR-DPR RI dan personal manager di bidang garmen. Saya gak mau menceburkan diri ke tempat yang reputasinya kurang baik dan rawan melakukan praktek KKN, gak mau juga banyak berduaan dengan bos saya. Di kantor berduaan aja risih, apalagi harus kemana-mana berdua buat ngurus kerjaan? Saya gak bisa bayangkan diri saya semobil, seruangan, atau sepenginapan berdua dengan orang yang merasa sebagai atasan yang punya kuasa atas diri saya.
Orang-orang yang saya tolak cintanya juga bukan orang sembarangan, secara keseluruhan itu nilainya 80/100 lah. Kalau dibilang banyak melewatkan kesempatan emas ya gak juga karena buat saya materi, status dan relasi bukanlah segalanya. Saya cinta sama orang bukan karena apa yang melekat padanya, apa yang dia usahakan atau apa potensinya, tapi murni karena rahmat Allah. Saya gak suka orang sombong yang berpikir bahwa perasaan saya ditentukan oleh apa yang dia miliki atau apa yang dia usahakan.
SemuaNya milik Allah dan atas ijin Allah, termasuk hati saya dan terbukanya hati saya. La haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil azhim.
Saat menghadapi salah satu tahun terberat saya yaitu tahun 2019, pimpinan saya ngomong gini, "hidup itu memang naik-turun Miss Erin, kalau datar-datar aja gak seru dong, hehehehe."
Komentar seperti itu mungkin terdengar kurang simpatik bagi orang yang sedang berada di posisi sulit, tapi apa yang dikemukakkan oleh beliau adalah sesuatu yang bijak jika kita mampu mengenyampingkan sentimen dan mencoba berpikir jernih. Iya juga sih, mengalami hal berat itu wajar-wajar aja, tujuan Tuhan baik, supaya kita lebih setrong dan hidup kita lebih greget.
Biasa saya cuma mengajar +-3 jam per hari, waktu luang dan liburnya banyak. Saya juga bisa beribadah dengan nyaman dan menjadi diri saya sendiri.
Kita memang harus mengenal diri kita dan tau tujuan hidup supaya kita bisa menentukan pilihan-pilihan dengan tepat lalu mendedikasikan hidup kita ke situ tanpa ragu dan tanpa beban.
Tahun ini adalah tahun kedepan saya mengajar, ga terasa waktu berjalan begitu cepat karena saya mensyukuri pekerjaan yang diamanahkan Tuhan kepada saya apa pun keadaannya sehingga bisa mencintai dan menikmatinya tanpa banyak menuntut.
Kalau kamu pikir pekerjaanmu berat dan pengen resign, coba inget kata-kata sahabat saya ini, "sepusing-pusingnya kerja, masih lebih baik daripada sepusing-pusingnya nganggur dan cari kerjaan. Paling enggak, biarpun sama-sama pusing tapi masih dapat duit."
Kalau kamu pikir pekerjaanmu berat dan pengen resign, coba inget kata-kata sahabat saya ini, "sepusing-pusingnya kerja, masih lebih baik daripada sepusing-pusingnya nganggur dan cari kerjaan. Paling enggak, biarpun sama-sama pusing tapi masih dapat duit."
***
Saya pernah coba ngontrak di pemukiman penduduk yang agak ramai dan gak ada kebunnya, yang ada saya setres dan gak kerasan.
Di Jakarta pun saya terbiasa tinggal di komplek perumahan sepi yang luasnya 454 m. Ada kebun kecil yang biasa saya tanami dengan berbagai jenis flora khususnya yang bisa dimakan. Di kawasan rumah juga ada banyak pohon yang rimbun. Nah, di sini saya suka karena udaranya segar dan suasananya tenang. Saya pilih kamar paling pojok like extended part of this house supaya lebih private, karena gak ada yang tinggal di ruang-ruang kosong sekitar kamar saya. Kamar saya paling terpencil di antara semua kamar, karena dulunya kamar ini adalah kandang berbagai jenis ular dari penjuru nusantara. Istilahnya, kaya ruangan kosong yang dipaksain jadi kamarlah. Akan tetapi, walaupun bentuknya gak karuan, saya gak peduli. Yang penting saya tenang dan bebas melakukan apa pun yang saya mau di sini. Saya pun menjadikan ruang kosong di sebelah saya sebagai dapur untuk bebas berkreasi.
Makanan yang biasa saya konsumsi setiap hari sebenarnya itu-itu aja, paling sering rebus-rebusan seperti telur omega atau sup ayam organik kaya kolagen yang bagus untuk kulit dari Berkah Chicken dengan racikan bumbu alami yang sederhana. Saya juga usahakan makan sayur dan buah-buahan segar setiap hari. Saya suka berbagai jenis buah, saat menjamu para tamu juga biasanya saya menyuguhi mereka dengan buah-buahan. Kalau buah itu kan sehat dan cenderung netral ya, jadi kemungkinan besar akan disukai dan dimakan oleh para tamu. Saya gak berani kasih makanan atau minuman yang aneh-aneh, karena selera orang kan beda-beda. Enak bagi saya belum tentu enak bagi yang lain.
Untuk buah, kalau gak metik dari kebun organik sendiri, pesen online, biasanya saya beli di langganan saya si Bewok. Hanya dengan 10k saya sudah bisa mendapatkan buah seabrek-abrek, pilihannya juga variatif suka-suka saya mau pilih yang mana. Buat makanan, saya cenderung hati-hati karena makanan itu sumber energi yang vital selain nafas. Kalau makanan kita jelek, energi kita juga jelek, ke fisik dan mood pun gak bagus. Tapi saya gak masalah dengan makanan warteg, makanan pinggir jalan atau makanan di restoran mahal yang mana gak selalu terjamin mutunya. Biasanya yang sering ngajak makan keluar sih teman baik saya, saya ikut aja biar dia senang ditemani makan yang dia suka. Hidup kan gak soal keinginan kita aja. Saya cenderung menghindari makanan seperti mie instan, gorengan pinggir jalan dan ultra processed food dalam kemasan yang merusak lingkungan karena seringkali bikin perut saya eneg dan mau muntah. Bukan maksud menghina makanan atau gak doyan, tapi tubuh saya memang menolak buat nyerna. Cuma sesekali aja saya makan dalam porsi sedikit.
Sebelum adik bungsu saya pindah rumah bulan Juni 2023 ini, saya suka order atau bikin masakan macem-macem biar dia gak bosan. Kalau lagi iseng kadang saya bikin cemilan seperti sushi, takoyaki, burger, cheese sandwich, pisang coklat keju, tahu isi pake tahu organik Towang atau jeli yang saya kasih dark cocoa powder biar berasa banget coklatnya. Yang pasti untuk bahan makanan saya pilih yang non-GMO, halalan thayyiban dan mostly organik. Lantaran doyan makan keju, saya biasa ngestok keju mozzarella atau cheddar slice yang kiloan dari merk anchor atau eurial yang filosofinya oke banget. Kalau daging sapi saya pilih varian lokal pemakan rumput atau grass fed beef dari Australia yang bener-bener memperhatikan etika lingkungan hidup dan kesejahteraan hewan ternaknya. Untuk ikan biasanya saya beli ikan tenggiri segar yang steak cut karena jelas enak dan ga ribet diolah, saya tuh kurang suka makan hewan yang masih jelas bentuknya secara utuh, lihat ikan dengan kepala dan matanya yang melotot gak suka aja. Bakso merupakan makanan idola rakyat Indonesia termasuk saya, untuk bakso beku yang saya sukai sejauh ini adalah bakso wagyu dari Santori, ini bakso serius diapain aja enak. Khusus untuk makanan, saya sebenarnya lebih suka dimasakin daripada masak sendiri karena rasanya gak ketebak dan lebih spesial aja kalau dilayani tuh. Walaupun cuma telor ceplok, dimasakin itu lebih enak, apalagi kalau disuapin juga ðĨ°ð
Saat di Bogor, saya malah tinggal di rumah yang lebih sepi lagi, +-800 m luasnya dan dipagar keliling seakan saya hidup di dalam tembok Attack on Titan, ada kolam renangnya, banyak kolam ikan dan kebunnya luas, dekat dengan mata air dan alam sekitar masih bagus. Cuma ini rumah walaupun gak punya mulut tapi bikin orang-orang pada iri hati sehingga jadi ujian berkepanjangan buat keluarga saya. Banyak hal-hal di luar nalar yang terjadi, bisnis hancur berantakan, mama saya pun sakit selama bertahun-tahun, kalau gak salah 7 tahun hingga akhirnya meninggal dunia saat saya kelas 3 SMA.
Saya pernah melihat tagihan rumah sakit ketika mama saya kritis dan dirawat di Paviliun Kartika, sehari bisa habis 40 jutaan karena jaman dulu belum ada BPJS dan papa saya kasih mama saya fasilitas VIP untuk kelas 1.
Papa saya adalah sosok yang sangat bertanggung jawab dan sabar dalam merawat mama saya. Papa pernah juga bikinin rumah khusus di Sukabumi untuk mama saya supaya bisa beristirahat dengan tenang, tinggal menikmati hidup aja. Cuma, mama saya malah balik lagi ke Jakarta karena kepikiran anak.
Saat saya kuliah papa saya nikah lagi, tapi pernikahan kedua dan ketiganya gak berjalan baik, yang ada semua hartanya terkuras habis dan berakhir cerai. Akhirnya, papa kembali sendiri dengan kesimpulan bahwa satu-satunya wanita yang benar hanyalah mama saya. Mama saya adalah wanita bershio ular yang sangat setia, suportif, tabah, sopan, halus dan nerimo. Saya sangat beruntung punya mama sebaik itu, masakannya pun sangat enak. Mama itu tipe yang lebih suka menyimpan daripada membuat orang lain merasa tersinggung.
Papa saya orangnya royal banget dan gak tegaan, sama yang gak dikenal aja bisa langsung minjemin 10 juta tanpa jaminan apa pun. Yang begini kan empuk banget ya.
Masih ada juga yang ngutang 100 juta ++ sampe sekarang, cuma gak mau bayar. Kata tante saya sudah ikhlasin aja, biar jadi tabungan di akhirat.
Papa saya pernah merelakan setengah M untuk proyek ensiklopedia al-hadits di tahun-tahun ketika saya baru lulus kuliah, padahal sebelumnya dia ketua perkumpulan Kristen.
Lucu memang hidup tuh, hati dan hidup orang bisa dibolak-balik kapan aja dengan mudahnya kalau Dia mau.
Katanya sebagai mukmin kita memang harus rela berjuang dan rela berkorban di jalan Allah dengan segalanya yang kita miliki termasuk nyawa dan harta kita.
Harta gak dibawa mati, itulah kalimat yang sering diucapkan oleh beliau sebelum meninggal tepat di hari guru.
Saya sebagai anak ya terserah orangtua saja, wong bukan harta saya. Saya gak pernah ada keinginan untuk minta macem-macem. Saya lebih tertarik untuk menghabiskan waktu bersama orang-orang yang saya cintai. Segala hal apa pun itu, di manapun dan kapan pun, kalau dijalani dan dinikmati bersama orang yang tepat akan terasa istimewa dan membuat hati bahagia.
Hal yang perlu kita ingat setelah melakukan kebaikan adalah jangan pernah merasa berjasa, karena Allah-lah yang menunjukkan kita kepada keimanan.
Apapun keadaannya, syukuri aja karena semua yang Tuhan berikan adalah kenikmatan.
Kalaupun tertimpa musibah, hal pertama yang harus kita lakukan adalah introspeksi diri (muhasabah).
Coba ingat-ingat, bagaimana hubungan kita dengan Allah.
Coba ingat-ingat, dosa apa ya yang pernah kita lakukan.
Mungkinkah kita kurang sedekah, istighfar atau sholawat?
Sebelum mengalami hal ini, pernahkah kita membuat orang lain mengalami hal yang sama?
Bersihkan hati dan tingkatkan kesadaran, akui dan perbaiki semua kesalahan. Kalau perlu minta maaf dan menebus kesalahan, lakukanlah sekarang juga, karena tidak semua orang mampu memaafkan sebelum mendengar permintaan maaf yang tulus langsung dari kita secara pribadi.
Kita juga perlu menyikapi musibah yang kita alami dengan rasa syukur, karena sesungguhnya musibah itu adalah penggugur dosa dan nikmat yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah.
***
Hidup saya indah, tapi masa remaja saya banyak pahitnya. Usia 18-an sampe awal 20-an saya bahkan pernah ada di fase susah senyum, penampilan kurang terawat dan berat badan gak stabil saking ruwetnya masalah yang saya hadapi.
Orang megang 1 gelas selama semenit ga berasa, tapi kalau megang beberapa gelas selama bertahun-tahun ya bisa burnout juga, apalagi saat itu kualitas ibadahnya masih sangat kurang.
Di saat-saat yang sulit itu, satu-satunya orang yang saya kira jodoh saya juga malah pdkt sama teman saya, teman saya cerita pula isi teks mereka apaan dan mereka ngapain aja dengan detail waktu kami liburan bareng.
Bayangin aja, pas liburan ke luar kota untuk refreshing saya malah diceritain hal beginian. Mana mereka muncul mulu di depan mata, orangnya makin dihindari makin sering muncul dimana-mana bahkan di tempat-tempat random.
Gak ketemu di dunia nyata eh ketemu di dunia mimpi. Saya harus kabur kemana lagi coba?
Tukang somay langganan saya tiba-tiba pake parfumnya, di jalanan isinya motor dia semua, nama gebetan adik saya sama dan dia sebut namanya berkali-kali setiap hari.
Saya sampe bingung ini nama dan seleranya yang pasaran atau gimana.
Saya gak mau punya perasaan apa-apa, gak mau ketemu, tapi gak bisa menghindar.
Waktu itu saya capek luar biasa, gak ngerti apa maksud dari semua ini. Saya merasa terjebak dan diteror terus-menerus oleh hal yang tidak saya inginkan.
Perasaan saya ibarat balon yang sudah dipompa sampe gendut dan tipis banget.
Kesabaran saya waktu itu sudah nyaris habis, khususnya ke orang yang gak bisa saya hindari karena dia hadir dan memicu emosi di puncak masa penderitaan saya.
Kalau memang dia jodoh saya, harusnya dia juga merasakan apa yang saya rasakan sejak awal dan bisa menjaga perasaan saya. Nyatanya kan enggak samasekali.
Dia gak merasa apa-apa dan gak tau apa-apa, malah asik ke sana ke mari, melakukan apa pun sama siapa pun yang dia suka.
Kejadian ini bikin saya jadi mempertanyakan diri sendiri. Semua ini terlalu membingungkan. Perasaan, intuisi, mimpi dan kode-kode semesta apa, sementara pengakuan dan sikapnya di dunia nyata apa.
Mungkin ini teguran supaya saya gak menyombongkan ketajaman intuisi saya.
Saya gak punya pilihan selain berdamai dengan diri sendiri.
Yang jelas, ujian ini sangat menguji kewarasan saya. Kalau gak sabar dan ridha dengan ketentuanNya bisa-bisa saya gila.
Saya banyak bersyukur aja sekarang atas segala hal yang terjadi dalam hidup saya, termasuk pengalaman-pengalaman pahit yang diizinkan oleh Tuhan untuk terjadi dan saya alami.
Justru pengalaman pahitlah yang mendekatkan saya pada Tuhan dan berhenti berharap pada selainNya, berhenti mencari kebahagiaan di luar diri, berhenti memusingkan hal yang berada di luar kendali saya. Pengalaman pahitlah yang menyelamatkan saya dari sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan tercela yang tidak disenangi olehNya.
Seandainya sejak muda saya dan orang lain sama-sama suka sementara kami masih terlalu muda untuk menikah dan gak punya kontrol diri, besar kemungkinan kami akan berzina dan panen dosa.
Alhamdulillah hubungan saya dan orang lain gak pernah dua arah, kalaupun dua arah ya sebatas temenan aja.
Alhamdulillah hubungan saya dan orang lain gak pernah dua arah, kalaupun dua arah ya sebatas temenan aja.
Memang saya maunya hanya mencintai jodoh saya dan jodoh yang hanya mencintai saya. Kalau belum tepat waktu dan orangnya, saya gak mau berkomitmen untuk menjalin hubungan serius.
Saya bersyukur diberi banyak pengalaman pahit dan pelajaran yang menggugah kesadaran selagi muda.
Kalau hidup orang lancar-lancar aja, senang-senang aja, sehat-sehat aja, kaya-raya aja, ya orang itu bisa lupa diri dan jauh dari Tuhan.
Ujian hidup adalah berkat yang sebaiknya kita syukuri, karena ketika kita diberikan ujian itu artinya Tuhan masih mau mengingatkan kita, mendengar doa kita, membuat kita untuk tetap dekat denganNya dan ingin mengangkat derajat kita.
Ikhlas itu memang sulit sampe kita dihadapkan pada keadaan, pilih ikhlas atau gila.
Agar kita ikhlas, hal-hal fana selainNya yang kita harapkan, cintai, banggakan, akui atau kita rasa punya kita/hasil usaha kita harus kita nihilkan atau dinihilkan hingga yang tersisa hanya Aku -- Aku yang Maha Esa.
Rasa ke-aku-an (hartaku, jasaku, orangtuaku, jodohku dll) harus kita lepas supaya kita terbebas dari ilusi yang menyengsarakan dan bisa hidup dalam kedamaian yang utuh bersama Sang Pemilik yang sejati sebelum mati.
Kosong adalah isi, isi adalah kosong.
Saya sendiri memilih hidup sederhana dan biasa-biasa aja sekarang. Kamar paling jelek, isi kamar gak ada yang bisa dicuri.
The art of life is to know how to enjoy a little and endure very much, William Hazlitt.
Biasa juga kalau liburan saya pilih tempat yang damai. Kalau saya sedang menghilang dari peredaran, biasanya saya sedang menyepi ke surga dunia yang jauh dari keramaian bersama circle saya, semacam tempat-tempat sejuk yang subur dan dikelilingi oleh banyak air.
Cuma kalau dipikir-pikir ya lebih aman tinggal di kota daripada di desa, jadi untuk menetap dan bekerja saya prefer untuk tinggal di kota. Ke desa ya untuk rekreasi aja.
Saya suka hal yang damai-damai aja, dan seperti lirik lagu Chrisye, cinta akan kuberikan bagi hatimu yang damai. Apakah saya cantik, romantis dan puitis seperti nama saya? Hmmm, gak tau deh. Untuk urusan itu, biarlah suami saya yang menilai nantinya seiring berjalannya waktu. Saya gak bisa terbuka dengan orang baru begitu aja, butuh waktu bagi saya untuk membuka diri sedikit demi sedikit.
Saya prefer gak main sosmed pake nama jelas dan tebar-tebar selfie untuk ketenangan batin saya. Saya gak suka di-stalk, diperhatikan, apalagi dikejar-kejar oleh orang-orang yang gak saya inginkan. Saya pun sering deactive akun-akun sosmed karena males aja ngikutin trend atau drama yang kurang penting.
Sama seperti Tan Malaka, anak-anak pun adalah surga bagi saya. Nah kalau sama anak-anak murid saya, saya bisa tampil apa adanya, karena kalaupun mereka suka sama saya ya kelakuan mereka masih bisa diterima. Paling cuma ngintilin kemana-mana, nulisin surat yang manis, bilang I love you atau I miss you, bikinin video atau gambar, ngasih setangkai atau sebuket bunga, ngasih coklat, ngasih sticker, bikinin sesuatu, minta peluk, ngeliatin terus-terusan, nyamperin ke kelas saya dll. Kalau teacher's day, pemberian mereka itu sampe segunung karena satu anak ngasih satu makanan di sesi sharing food secara sukarela. Tapi ya wajarlah baik namanya juga anak-anak, mereka masih polos juga dan cintanya murni. Ada yang pernah gak wajar sih, satu anak laki yang paling imut di kelas tahun ini, katanya dia ga mau minum susu sapi tapi maunya minum susu saya. Hii, gak lucu amat ini anak, walaupun belum puber tapi candaannya bikin was-was. Sorry ya. Gak minat dan gak akan minat.
Kamu sendiri, apa arti namamu? Apa doa/harapan orang tua untukmu? Apakah doa/harapan mereka sudah mejadi kenyataan?
Apakah dengan mengganti nama kita maka takdir kita akan berubah?
Ayo, temukan jawabannya!