Thursday, 2 January 2025

Yang Bisa Menyeimbangkan

Banyak sekali orang berpendapat, carilah yang cintanya setara.
Eh, kalau kita bisa mendapatkan yang lebih besar cintanya daripada kita, kenapa tidak? Hehehe.
Kalau menurut saya mah, cari yang bisa menyeimbangkan aja. Yang bisa diajak kerja sama.

Ini pengalaman pribadi, ya.
Walaupun saya biasa bangun pagi, mandi subuh, lari pagi, biasa memotivasi orang-orang, in short, biasa semangat dan optimislah, saya bisa merasa capek juga lho. 
Saya bisa merasa kelelahan lahir batin, saya bisa merasa kehabisan energi dan patah semangat. Boro-boro punya energi untuk yang lain. 

Di saat kita merasa kelelahan, kita akan sulit untuk mencintai dan memahami orang lain, yang kita butuhkan adalah dicintai dan dipahami. Bukannya malah dikritik, diadu nasib, dibilang gak bersyukur, diajak mikir yang berat-berat, ditinggal, dipermainkan, atau diajak main drama-drama sampah yang semakin menguras energi. Orang udah capek banget dan lagi setres-setresnya sama hidup, gak pengen digituin.

Di saat kita lelah, yang kita butuhkan justru bukan orang yang level cintanya setara dengan kita, melainkan yang lebih tinggi supaya bisa mengangkat atau mendongkrak mood kita.
Kalau dia sama suramnya seperti kita, ya mati ajalah bareng-bareng. 

Ketika kita merasa down, kita butuh banget untuk merasa dicintai lebih daripada kita mencintai. Kalau dia sedang merasa down, kita juga bisa melakukan hal yang sama. 

Mustahil banget level cinta kita bisa sama terus dengan pasangan. 
Frekuensi manusia normal itu naik turun seperti harga saham.
Sama-sama saling ngerti ajalah.
Kalau pasangan kita sedang merasa down sehingga gak mampu untuk mencintai dirinya sendiri dan orang lain, kita ngerti aja, buat dia merasa dicintai supaya punya semangat lagi. Asal jangan gitu terus.
Selain memberi, kita juga berhak menerima.
Selain mencintai, kita juga berhak dicintai.
Kalau kita mulu yang posisinya memberi atau mencintai tanpa adanya timbal balik, lama-kelamaan kita bisa defisit energi lalu mati.
Kalau dia mulu yang begitu juga kan kasihan, pasti ngebatin dan capek banget dia itu. 
Kita tahu diri ajalah. Jangan selfish, jangan oportunis, jangan maunya hanya enak dan untung sendiri tanpa memedulikan orang lain.
Jangan maunya hanya diratukan, tapi tidak mau merajakan. Pun sebaliknya.

Membiarkan orang lain terus-terusan memberi atau mencintai kita tanpa memberi balasan itu sama sekali tidak manusiawi. Saya malah lebih setuju kata Rumi yang begini...


Kenapa sih banyak hubungan yang gak seimbang dan akhirnya hancur belakangan ini?
Ya karena perputaran energinya gak bener.
Ada satu pihak yang memberi terus tanpa menerima, dan ada pihak yang menerima terus tanpa memberi. Ada pun saling memberi dan menerima namun tidak seimbang.

Teman-teman, tulus itu tidak berarti bahwa kita harus melupakan diri sendiri dan merasa tidak layak untuk menerima (rasa cinta, rasa hormat, penghargaan dll).
Mau tidak mau, suka tidak suka, cepat atau lambat, segala yang kita lakukan akan kembali lagi ke kita.
Tidak ada balasan bagi ketulusan selain ketulusan. 
Jika ketulusan kita dibalas dengan ketulusan, terima sajalah.
Orang yang tulus pada kita juga berhak untuk menerima ketulusan kita.
Mengatasnamakan ketulusan orang lain sebagai alasan bagi kita untuk tidak menghargai, tidak menghormati, tidak mencintai dan tidak membalas kebaikannya itu tidak manusiawi.

Jangan karena kita tahu bahwa orang tua/teman/pasangan/siapa pun itu tulus, lantas kita jadi semena-mena. 
Kita tetap harus membalas kebaikan mereka dengan kebaikan.
Jika kita tidak bisa membalas cintanya, paling tidak kita bisalah mengirimkan doa untuknya atau beramal jariah atas namanya.

Saya pernah mendapatkan mukena travel dari teman lama saya, saya tahu dia tulus, tapi ketika dia membahas soal pernikahan, saya sama sekali tidak punya perasaan selain sebagai teman. 
Mukena darinya saya hibahkan ke mushola di Stasiun Palmerah, supaya bisa menjadi amal jariyah baginya. 
Daripada nanti suami saya juga tahu bahwa saya mau menerima dan menyimpan pemberian dari pria lain kan bisa jadi masalah.
Apalagi orang itu pernah berniat untuk menjadi lebih dari sekedar teman.
Dibandingkan menjaga perasaan teman, ya tentu saja saya lebih memilih untuk menjaga perasaan pasangan.
Males banget kan kalau kita harus terlibat drama akibat kesalahpahaman atau kecemburuan gak jelas?
Daripada mengatasi, lebih baik menghindari masalah.